Tumpengan, Tradisi Bersyukur yang Masih Lestari di Lamsel

Editor: Mahadeva

Usai pemanjatan doa bersama, sesepuh desa dan tokoh masyarakat, diwakili kepala desa akan memotong tumpeng. “Warga berdoa sesuai dengan agama Islam dan sesuai tradisi ungkapan untuk memohon keselamatan serta rasa syukur adanya fasilitas olahraga yang baru,” beber Wagirin.

Joniamsyah, Kepala Desa Kelaten, Kecamatan Penengahan, Lamsel menyebut, tradisi leluhur yang bersifat baik harus dilestarikan. Pembuatan fasilitas olahraga yaitu lapangan bola voli, tidak lepas dari campur tangan sang Pencipta.

Tumpeng beserta hidangan lain siap dihidangkan untuk makan bancakan usai dilakukan doa bersama – Foto Henk Widi

Rasa syukur tersebut salah satunya melalui tumpengan yang menjadi warisan warga Desa Kelaten yang mayoritas bersuku Jawa. “Nguri nguri tradisi leluhur, dikenalkan sejak dini dan dilestarikan agar generasi muda mengetahui makna tumpengan dan bancakan yang maknanya sangat dalam,” beber Joniamsyah.

Tumpeng yang sudah dipotong selanjutnya diserahkan kepada sesepuh desa, menjadi simbol penghormatan dan sikap menghargai. Selanjutnya tumpeng yang masih utuh akan dibagikan kepada masyarakat, dari anak-anak, hingga orang dewasa untuk dimakan bersama. Pada tradisi tumpengan yang dilanjutkan bancakan, untuk memakan sajian tumpeng warga mempergunakan daun pisang sebagai alas makan. Nasi dimakan dengan lauk ikan goreng, rempeyek serta sejumlah lalapan.

Maya, salah satu ibu rumah tangga yang ikut memasak tumpeng menyebut, tumpeng dibuat secara gotong-royong. Sejumlah ibu rumah tangga ikut andil mulai dari menyiapkan bahan baku berupa beras, bumbu hingga proses memasak. Kebersamaan kaum ibu yang menyajikan tumpeng serta hidangan lain menjadi bentuk rasa solidaritas.

Lihat juga...