Hingga 17 Maret, 29 Jenazah PMI Asal NTT Dipulangkan
Editor: Koko Triarko
Selain itu, PMI juga harus mengikuti pelatihan lewat Balai Latihan Kerja Luar Negeri, dan mengurus resmi dokumen dan jaminan kerja melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Berangkat ke luar negeri juga harus melalui embarkasi NTT.
Solusi kedua, ungkapnya, mendesak pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota se- NTT, agar sungguh-sungguh mengoptimalkan secara profesional, LTSA yang sudah dibangun di Tambolaka untuk melayani CPMI, asal Sumba.
Juga LTSA di Kupang, untuk melayani CPMI asal Timor, Sabu Raijua, Rote Ndao dan Semau, dan LTSA di Maumere, untuk melayani CPMI asal Flores, Palue, Solor, Adonara, Lembata dan Alor.
“Solusi ketiga, mendesak Pemprov dan Pemkab atau Pemkot se-NTT, agar mengajak kerja sama dengan pihak swasta profesional, untuk membangun BLK standar internasional, berdekatan dengan LTSA, yakni di Tambolaka, Kupang dan Maumere,” tegasnya.
Solusi keempat, ungkap Gabby, mendesak Pemprov dan Pemkab atau Pemkot se-NTT untuk mengoptimalkan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan human trafficking mulai dari provinsi, kabupaten dan kota hingga ke desa-desa se-NTT.
“Solusi kelima, Pemprov dan Pemkab atau Pemkot se-NTT bekerja sama dengan lembaga-lembaga agama dan LSM yang bergerak dalam pelayanan PMI, mendata PMI nonprosedural asal NTT di luar negeri,” tegasnya.
Selain itu, pesan Gabby, mempersiapkan CPMI yang mau bekerja di luar negeri dengan keterampilan, bahasa asing sesuai negara yang dituju, pengenalan kultur dan hukum di negara yang dituju. Serta mempersiapkan mereka menjadi duta pariwisata NTT, mencegah mafiasi human trafficking dan NTT ke depan bebas perdagangan orang.