Uji Materi UU Pemilu, Pembatasan Waktu Kampanye Rugikan Parpol
Editor: Mahadeva WS
JAKARTA – Pembatasan waktu kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) selama 21 hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 276 ayat (2) UU No.7/2017, tentang Pemilu, mempersulit Partai Politik (Parpol) baru untuk dikenal masyarakat. Hal ini dapat merugikan partai politik baru, yang ikut berkontestasi pada Pemilu 2019.
Penilaian tersebut, disampaikan Pakar Komunikasi, Ade Armando, yang dihadirkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dalam sidang uji materiil, Pasal 1 angka 35, Pasal 275 ayat (2) serta Pasal 276 ayat (2) UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (6/11/2018).
Selain parpol, Armando menilai, masyarakat juga dirugikan dengan pembatasan waktu kampanye . 21 hari, dinilai waktu yang terlalu singkat. “Kebutuhan informasi menjadi penting dalam pemilu, terkait kualitas kandidat yang bertarung dalam pemilu. Menjadi sangat penting bagi warga negara, mencari tahu siapa yang akan dipilih, tapi jika melakukan kampanye hanya 21 hari, hal ini merupakan waktu yang singkat,” kata Ade Armando di hadapan majelis hakim MK, Selasa (6/11/2018).
Waktu 21 hari untuk kampanye, hanya akan membuat masyarakat sadar tentang partai politik baru. Namun waktu yang tersedia tidak cukup, untuk mempelajari kandidat yang disodorkan parpol baru. Armando menilai, aturan pembatasan waktu kampanye akan menyelamatkan parpol bermodal kecil, tidaklah benar. Dia menilai, televisi tetap menjadi sarana paling efektif dan efisien, untuk melakukan kampanye pemilu, dilihat dari berbagai survei yang telah dilakukan.
“Sarana yang dapat diandalkan agar masyarakat tahu tentang parpol baru hanyalah melalui iklan. Dan media yang digunakan dalam beriklan adalah televisi. Dengan demikian bila parpol baru dilarang beriklan di televisi, maka parpol baru tidak dapat menjangkau masyarakat. Padahal media yang efektif adalah media siaran. Larangan yang dimuat UU Pemilu, tidak berarti menyelamatkan parpol yang bermodal kecil. Itu (anggapan yang) salah,” jelasnya.