Leo Tenada, Panah Tradisional Lamatou
Editor: Satmoko Budi Santoso
LARANTUKA – Puluhan laki-laki mengenakan Nowing (sarung tenun khusus laki-laki) dan mengenakan kaus putih singlet, bersiap di sisi selatan lapangan sepak bola desa Bantala kecamatan Lewolema.
Mereka memegang busur dan anak panah di tangan kanan, bersiap melakukan atraksi memanah yang menjadi tradisi bagi masyarakat Lamatou, Desa Painapan, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur (Flotim).
“Leo Tenada merupakan seni memanah tradisional yang dijalankan sebagai ungkapan rasa syukur akan proses pembangunan Koko Padak Bale atau rumah adat,” sebut Petrus Eban Tukan, salah seorang pemanah, Jumat (5/10/2018).
Aktivitas memanah, kata Petrus, juga dilakukan untuk menguji keterampilan ataupun ketangkasan bagi anak-anak suku tertentu, terutama laki-laki apabila akan berlaga di medan perang.

Sebelum proses Leo Tenada atau memanah terjadi, terangnya, terlebih dahulu dilakukan tarian Hedung atau semacam tarian Tandak oleh peserta dari suku Lamahewe sebagai Jutera atau anak yang terlebih dahulu memanah.
“Setelah Jutera memanah, baru diikuti oleh anak-anak suku lain hingga semua anak suku saling berebutan memanah. Sambil terus diiringi oleh suara tabuhan gong dan gendang,” terangnya.
Paulus Ike Ruron, salah seorang tetua asal Lamatou yang ikut memanah menjelaskan, sebelum proses Leo Tenada dijalankan, orang tua Lewotana membuat kesepakatan bersama menentukan salah satu anak suku memasang Padu atau obyek yang menjadi sasaran memanah.