Serangan Oemoem 1 Maret, Pertempuran Terakhir Mengusir Penjajahan di Indonesia
Oleh: NOOR JOHAN NUH*
Pasukan Belanda yang merasa telah berhasil menaklukkan Republik Indonesia dengan menangkap petinggi republik—menangkap presiden, wakil presiden, dan beberapa orang menteri, sangat terpukul dengan serangan pasukan TNI.
Mereka sama sekali tidak memperhitungkan Jenderal Soedirman yang dalam kondisi sakit dan sedang dalam perawatan melakukan perlawanan pada Belanda. Keputusan Jenderal Soedirman ke luar kota Yogyakarta dan memimpin perang gerilya menjadi inspirasi sekaligus membangkitkan gelora perjuangan pasukan TNI mempertahankan kemerdekaan Indonesia sampai titik darah penghabisan.
Pembantaian di Desa Kemusuk
Tidak pernah diungkap selama ini, setelah Serangan Oemoem pertama tanggal 29 Desembar 1948—mengetahui serangan itu dipimpin oleh Letkol Soeharto, pasukan Belanda mencari keberadaan Letkol Soeharto di sekitar Yogyakarta. Sedangkan Ibu Tien telah diungsikan ke keraton Yogyakarta. Tidak berhasil mencari di sekitar Yogyakarta, pasukan Belanda mencari Letkol Soeharto di kampung halamannya di Dusun Kemusuk pada tanggal 7 dan 8 Januari 1949.
Dendam, marah, bercampur-baur dirasakan oleh pasukan Belanda karena tidak dapat menemukan Letkol Soeharto di sekitar Yogyakarta maupun di kampung halamannya: Desa Kemusuk. Karena tidak seorang pun yang dapat memberikan informasi keberadaan Letkol Soeharto di desa itu, semua perasaan dendam kesumat yang menggumpal itu kemudian dilampiaskan tentara Belanda dengan melakukan tindakan “brutal dan sadis”, penduduk lelaki dewasa bahkan anak-anak di desa itu dikumpulkan dan dibunuh. Bau anyir darah dan mesiu memenuhi atmosfir Desa Kemusuk.
Sebanyak 202 orang penduduk Desa Kemusuk dibantai dan gugur, termasuk orang tua Pak Harto: Bapak R. Atmoprawiro. Jazad para pahlawan itu terbujur di Makam Soemanggalan, Desa Kemusuk. Mereka gugur sebagai “Perisai Perang Kemerdekaan”, sebagai “martir”—sebagai “Perisai Komandan Werhkreise III Letkol Soeharto.”