Rumah Hutan

CERPEN KEN HANGGARA

Sekian bulan berlalu, keluargaku akhirnya tiba di kota di mana dulu ibuku lahir dan dibesarkan. Katanya, di tepi kota ini terdapat sebuah hutan yang begitu besar dan tidak akan pernah bisa digunduli oleh siapa pun, sebab hutan itu kabarnya adalah hutan paling keramat.

“Barang siapa berani menebang satu saja pohonnya, akan ketiban sial seumur hidup. Jadi, sebaiknya kita tinggal di sana saja,” demikianlah kata Ibu.

Akhirnya, kami tiba juga di hutan di tepi kota itu, tapi sebelumnya, selama berjalan melewati bagian-bagian kota, Ibu terlihat sangat sedih. Ibu juga enggan melewati jalan tertentu dan memilih menggiring kami berbelok dan berjalan memutari suatu wilayah demi menghindari sesuatu. Aku yakin Ibu sedang menghindari masa lalunya dan tidak tahu kenapa, diam-diam aku juga merasa sedih.

Aku juga sangat penasaran apa sebenarnya yang membuat Ibu menghindari sesuatu itu? Sesuatu macam apakah itu? Apakah orang tua Ibu masih hidup? Apa dia memiliki saudara-saudara kandung? Teman-teman semasa kecil dan semasa bersekolahnya? Aku tidak tahu jawaban dari semua pertanyaan itu, tetapi tidak berani bertanya apa-apa pada Ibu.

Ketika kami benar-benar masuk ke hutan itu, rasanya aku hampir seperti berada di rumahku sendiri. Hanya butuh beberapa jam untuk penyesuaian, karena kami toh sudah bertahun-tahun tinggal di hutan rimba. Binatang-binatang buas dapat kami tangani saat itu, tetapi di hutan sini nyaris tidak ada binatang buas.

Kami berburu dan hanya dapat ikan-ikan, tetapi itu lebih dari cukup. Setiap hari aku dan adik-adik menjelajahi kawasan baru untuk mencari tahu apakah ada sumber makanan baru agar kami tidak bosan, tetapi bukannya terlihat senang seperti dulu, ketika kami masih berada di hutan lama, Ibu tak berbuat apa pun selain melamun.

Lihat juga...