Senja di Osmangazi
CERPEN BERNANDO J. SUJIBTO
MENURUT Oğuz Atay, cara terbaik menyalakan kembali denyar-denyar kenangan yang pernah meringkusnya dan bahkan nyaris melumpuhkan harapan-harapan di masa depan adalah menyambangi tempat di mana peristiwa itu pernah lahir.
Sebuah tempat selalu setia menyimpan makna dan ruh setiap peristiwa yang pernah terjadi. Dari situ orang-orang lalu mengenal kata napak tilas, ziarah ataupun haji. Bahkan, meski kerap terasa aneh, aroma khas yang pernah tercium pada suatu waktu yang jauh di masa lampau tiba-tiba hadir kembali dan menyapa mereka yang pernah mengalaminya, di sebuah tempat yang sama. Baginya, di tempat itu tak ada yang berubah: aroma yang sama, ingatan yang sama.
Oğuz Atay, seorang mantan Pasukan Khusus Turki yang pensiun dini, percaya belaka cara seperti itu. Setiap kali hendak mengenang pertemuan pertama dengan pujaan hatinya bernama Hatice yang lalu dipersunting dan menyatukan mereka dalam kebahagiaan, Oğuz harus bertandang ke sebuah taman di kota kelahirannya.
Taman kota itu terlampau akrab dengan masa kanak-kanaknya. Di tempat itu, ia merasakan ada spirit yang sama dan tak henti mengalirkan kebahagiaan. Oğuz tersenyum mengenang kedipan mata, sapaan kikuk dan sentuhan lengan Hatice yang halus dan licin, pun aroma parfum dari bunga lavender yang sempat tercium saat mereka bertemu di masa lampau dan tiba-tiba hadir mengambang, seperti dibawa angin dari lereng gunung Uludağ.
Oğuz mempunyai dua tempat yang sejak satu tahun terakhir menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Selain Taman Gençlik yang berjarak 730 meter dari rumah ibunya di Osmangazi, Bukit Telaş di daerah Gebze adalah tempat yang juga tidak bisa terhapus dari ingatannya.