Manto Wiyono, 55 Tahun Geluti Pecut Tradisional

Ia bercerita, awal mula ia hanya hobi membuat pecut, setelah sebelumnya pernah diajari oleh almarhum ayahnya. Lambat laun, hobi merangkai rotan yang diikat dengan serat itu pun menghasilkan uang. Sejak itulah, Mbah Manto semakin giat membuat kerajinan yang saat ini sudah mulai langka.

Bahkan, ia baru sadar jika rekan-rekan sejawatnya yang dulu berangkat dan berjualan bersama, saat ini hanya tersisa dirinya. Bukan karena tidak membuat maupun menjual pecut, namun banyak yang sudah kembali ke Pangkuan Sang Kuasa. “Wis entek kabeh. Biyen akeh banget kancaku sing dodolan nang kene (Sudah mati semua. Dulu temanku banyak sekali yang berjualan di Sekaten),” ungkap dia.

Di usinya yang akan memasuki 83 tahun itu, Mbah Manto kian khawatir dengan keberadaan pecut tradisional seperti karyanya. Sebab, generasi saat ini sudah sulit menemukan perajin pecut tradisional. “Anak saya tujuh, tapi tak satu pun yang mau menggeluti pecut. Mereka memilih bekerja sebagai buruh atau kuli, karena lebih mudah dapat uangnya,” keluhnya.

Selama 55 tahun menggeluti kerajinan pecut, lambat laun Mbah Manto mulai merasakan kesulitan. Semangatnya yang tinggi rupanya sudah tidak didukung lagi oleh usianya. Dalam membuat kerajinan pecut, Ia pun mulai melambat. Tak seperti 10 ataupun 20 tahun yang lalu. “Dulu sehari bisa membuat 30-50 buah pecut. Sekarang tak lebih 10, itupun belum dikasih serat,” terang Mbah Manto.

Tak hanya terkendala usia, Mbah Manto mengaku bahan-bahan untuk membuat kerajinan pecut saat ini kian menyudutkan orang seperti dirinya. Pecut yang dijual dengan harga tak seberapa dan memerlukan ketelatenan, bahan bakunya justru saat ini kian mahal. Rotan yang sebelumnya dijual Rp 7.000 -Rp 8.000 per kilogram, saat ini naik menjadi Rp 12.000. Kenaikan harga serat rotan juga jauh lebih mencekik, jika sebelumnya Rp 40.000, saat ini melonjak menjadi Rp 60.000. “Mboten kulo tempoh, kulo geh butuh. Menawi mboten ditempoh, mboten saget kagem wat-watan (Tidak saya jalani saya butuh juga. Kalau tidak dijalani, bagaimana untuk sambung hidup),” sambungnya.

Lihat juga...