Baru dua langkah mau keluar dari Gedung Korem, Andi dipanggil kembali oleh Pak Tarto.
”Dik Andi, kalau boleh tahu, pertanyaan-pertanyaan tadi buat apa?”
”Buat tugas penelitian akademik, Pak.”
Lalu, Andi keluar cepat-cepat. Tak banyak yang menyadari, ternyata, Andi melakukan ini semua untuk pemenuhan deadline artikel berita. Tanpa disadari Andi, selama beberapa jam, sudah banyak panggilan dari Pemimpin Redaksi tempatnya bekerja sebagai wartawan. Seluruh panggilan tersebut tidak diterimanya, karena sibuk mengobrol dan wawancara. Sudah banyak sekali missed call yang terekam di handphone.
Melihat hal itu, Andi buru-buru berpamitan pulang kepada Pak Tarto. Bahkan, saking buru-burunya, sampai- sampai, ballpoint-nya jatuh. Tapi, lekas ia ambil. Setelah keluar Kodim, ia langsung menelepon Pemred.
“Hallo, Pak Irwan. Iya, mohon maaf, tadi belum sempat membalas panggilan, berhubung saya masih wawancara.”
”Oh, tidak apa, Ndi. Tadi saya cuma mau mengingatkan, deadline pengumpulan artikel tanggal 16 Desember, lebih dari itu saya tidak terima.”
Pak Irwan terkenal akan kesabarannya. Bahkan, sabarnya sangat kelewatan. Sampai-sampai, ia mau menjenguk keluarga wartawan redaksinya yang telah wafat, meskipun rumahnya jauh di Bekasi. Namun, Pak Irwan juga disiplin.
“Oke, Pak. Kalau begitu, akan saya langsung ketik laporannya.”
***
SETELAH laporan berita Andi diterima Pak Irwan, Andi mendapat apresiasi atas tulisan dan fakta yang cukup lengkap.
“Tulisanmu bagus, Andi. Ini bisa menjadi pendukung terhadap fenomena bagaimana masyarakat rindu terhadap sosok Pak Harto. Bahkan, juga bisa menjadi kritik terhadap pemerintah saat ini.”