Reformasi Hanyalah Segumpal Sampah

“Iya, Bu. Saya mengerti perasaan ibu.”

Kemudian, Andi menceritakan latar belakang ketika menjadi aktivis dan terlibat dalam pendudukan gedung MPR/DPR. Mendengar hal tersebut, Bu Khofifah marah dan hendak merenggut kerah Andi. Sebelum Bu Khofifah mencengkeram kerah Andi, Andi meyakinkan bahwa ia sekarang sudah bertaubat dengan menghormati jasa-jasa Pak Harto. Andi mencoba menenangkan Bu Khofifah, lalu menyandarkan Bu Khofifah ke kursinya lagi.

Setelah selesai berdiskusi dengan Bu Khofifah, Andi pergi melanjutkan perjalanan ke kelas-kelas. Perjalanan ke kelas memakan waktu lama, sebab berbeda gedung.

Sesampainya di kelas 1A, Andi melihat para siswa sedang belajar mata pelajaran Sejarah. Di tengah pelajaran berlangsung, Andi meminta ijin kepada Bu Ifa, guru kelas, untuk memilih satu di antara siswa untuk diwawancara.

Akhirnya, dipilihlah siswa paling berprestasi, yaitu Irma untuk diwawancara di luar kelas.

Sesampainya di luar, Irma melihat, seseorang yang memperkenalkan diri bernama Andi, sudah siap dengan buku dan bolpennya.

”Kamu Irma, ya?”

”Iya, pak”

”Irma, Abang mau bertanya, bagaimana rasanya Irma menjadi siswa di SDN 4 ini ?”

”Saya senang dapat bersekolah di SDN 4 ini karena masih diajarkan semangat Pancasila dan nasionalisme dari pembelajaran P4. Meskipun saya tidak mengalami masa pemerintahan Pak Harto, tetapi saya bisa merasakan persatuan yang dialami masyarakat pada waktu itu. Tidak seperti masyarakat zaman sekarang yang terpecah belah oleh reformasi.”

Irma adalah siswa SDN 4, seperti halnya siswa lain yang sejak awal masuk sekolah, sudah diperkenalkan dengan berbagai kebijakan pada masa orde baru. Tak heran, siswa sekolah ini, dalam kesehariannya, bisa membanding-bandingkan, bahkan bisa mengejek pemerintahan era orde reformasi.