“Bu Khofifah, saya Andi. Teman pak Bagyo”.
”Iya, saya tahu. Tadi, Pak Bagyo sudah menelpon saya”.
Setelah bersalaman dan berkenalan, Andi menyampaikan maksud kedatangannya. Ibu tersebut mempersilakan Andi duduk dan mengantarkannya minuman air putih.
”Bu Khofifah, bagaimana tanggapan Ibu mengenai keadaan reformasi?”
Bu Khofifah merupakan mantan kepala sekolah SDN 4 pada era orde baru. Ia dulu sempat merasakan penyeleksian menjadi guru yang begitu ketat karena adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
“Perlu kamu ingat, Andi. Meskipun saat ini orde reformasi, Ibu tetap menekankan pelajaran P4. Boleh dibilang, SDN 4 adalah salah satu sekolah yang menyimpang dari kurikulum 2013. Sudah berkali- kali, Dinas Pendidikan datang ke sekolah untuk mengingatkan, tapi tetap tidak kami hiraukan. Kalau saudara tidak percaya, tanyakan saja kepada siswa saya.”
“Ok, Bu. Kalau begitu, saya nanti mohon ijin untuk mewawancarai siswa Ibu.”
”Silakan, Mas Andi.”
Setelah mengobrol panjang lebar, Andi bertanya kepada Bu Khofifah mengenai keadaan reformasi.
“Menurut pengamatan saya, kondisi Indonesia pada masa reformasi malah membuat siswa kelas bawah tidak bisa bersekolah. Karena, dana sebelum sampai ke sekolah sudah dikorupsi oleh kalangan pemerintah. Dulu, di masa kepemimpinan Pak Harto, SDN 4 sempat dijadikan SD Inpres. Karena, siswa dari kalangan bawah mempunyai peluang untuk bersekolah setinggi-tingginya. Jika siswa tersebut berprestasi, seorang siswa bisa mendapat beasiswa Supersemar guna melanjutkan pendidikan. Saat ini, beasiswa Supersemar sudah dibekukan karena adanya unsur politik untuk menghilangkan jasa-jasa Pak Harto,” jelas Bu Khofifah, agak terisak.