Jelang Akhir Tahun, Jual Beli Hasil Pertanian Lesu

Ia bahkan menyebut, biaya operasional yang terbilang tinggi untuk distribusi barang tidak serta merta menaikkan harga komoditas pertanian karena saat ini jumlah pemilik bisnis atau usaha jual beli sayur mayur dan hasil bumi sudah cukup banyak di wilayah tersebut. Imbasnya sejumlah lapak di Jakarta, Tangerang dan Banten yang menjadi langganan pengiriman kerap kelebihan stok dan belum terjual.

Sistem pembayaran antara bos besar pemilik lapak di Jakarta diakuinya dibayar setelah kiriman kedua dengan kiriman barang pertama dibayar setengahnya. Demikian seterusnya dengan sistem kepercayaan. Dalam satu kali angkut berbagai komoditas pertanian berupa kelapa dan sayur mayur dibayar dengan sistem borongan berkisar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta sekali angkut menggunakan kendaraan box tertutup dengan berat angkutan mencapai 2 ton lebih.

Jelang akhir tahun, Madsupi dan sejumlah pemilik usaha jual beli hasil pertanian bahkan mulai mengurangi stok dengan alasan sejumlah lapak sengaja mengurangi penjualan untuk tutup buku akhir tahun. Tutup buku pada tahun ini diakui Madsupi di antaranya dengan menghabiskan stok dan membereskan tanggungan hutang atau nota yang belum dibayar pada tahun ini dari transaksi hasil bumi.

“Makanya masih lesu bisnis ini karena sebagian pemilik usaha sengaja menunda pengiriman partai besar dan gudang akan melakukan penghabisan stok akhir tahun itu jadi salah satu faktor lesunya usaha pertanian,” terang Madsupi.

Meski harga yang masih rendah dan kelesuan penjualan ia menyebut usaha pembelian jenis komoditas kelapa masih terus dilakukan karena kelapa masih memiliki fungsi sebagai bumbu dapur untuk pasokan pasar dengan dijual butiran. Sementara saat kelapa tidak laku terjual bisa dimanfaatkan untuk pembuatan kopra sebagai bahan baku minyak goreng. Selain itu pemanfaatan limbah berupa air untuk nata de coco dan batok kelapa serta sabut kelapa masih bisa dijual menghasilkan uang guna menutupi biaya operasional beberapa karyawan.

Lihat juga...