Jelang Akhir Tahun, Jual Beli Hasil Pertanian Lesu

Kelapa dan jenis hasil bumi lain siap diangkut ke Jakarta dan Serang ke sejumlah lapak. [Foto: Henk Widi]
Kondisi tersebut diakuinya berbeda dengan pertengahan tahun ini sejak bulan Juni hingga Agustus saat kondisi cuaca dominan kemarau beberapa komoditas pertanian khususnya buah dan sayur sulit diperoleh sehingga harganya lebih mahal mulai dari tingkat petani dengan selisih berkisar Rp500 hingga Rp1000 per kilogram.

Kondisi berbeda terjadi saat pasokan melimpah di antaranya gori sayur semula seharga Rp1.000 kini anjlok menjadi Rp600 per kilogram, kelapa dari Rp3.000 menjadi Rp1.000 per butir serta beberapa sayur mayur lain yang bisa anjlok sewaktu waktu. Faktor cuaca diakui Ardian dan pebisnis hasil pertanian ikut mempengaruhi harga serta pasokan bahan baku yang akan dijual ke Pulau Jawa.

Alasan berbeda diakui oleh Madsupi, warga Dusun Saung Kuring Desa Rawi yang memiliki Usaha Dagang Sayur Mayur di Jalan Lintas Sumatera, menyebut salah satu faktor menurunnya harga dibandingkan pertengahan tahun ini dengan akhir tahun dampak dari permintaan yang menurun dari lapak besar. Tren tersebut diakuinya sudah kerap terjadi dari tahun ke tahun sehingga ia sudah tidak terlalu kaget dengan tetap menjalankan bisnis tersebut menyesuaikan permintaan pasar.

“Saya melayani partai kecil dan besar menyesuaikan kebutuhan dari lapak besar khususnya hasil bumi mengikuti pola musim dan cuaca,” beber Madsupi.

Madsupi menegaskan, pada saat pasokan bahan baku melimpah tren penurunan harga wajar terjadi karena di lapak-lapak menunggu stok terjual dengan asumsi barang harus cepat terjual karena sebagian besar merupakan komoditas yang tak bertahan lama. Ia juga memperhitungkan sistem penjualan hasil bumi antara lapak di Lampung dan di Serang dengan sistem jual kredit dan kerap tidak dibayar kontan dengan sistem kepercayaan.

Lihat juga...