“Pada 4 Mei, sebelum lengser Pak Soeharto pada 21 Mei, merupakan momentum sejarah karena pada 4 Mei tersebut PT. Goro sudah sepenuhnya milik koperasi. Saham kepemilikan dari Tommy dan Ricardo diambil alih oleh koperasi,” jelas Subiakto, Kamis (6/7/2017).
Tantangan yang harus dihadapi pemerintah sekarang di antaranya membangkitkan kembali koperasi dengan apa yang telah dicita-citakan pendirinya, yakni dengan landasan sokoguru koperasi maka arsitektur ekonomi rakyat harus memiliki lembaga perdagangan yang besar karena masalah usaha koperasi adalah pasar. Pasar menjadi masalah utama dan modal juga salah satu bagian dari permasalahan koperasi. Untuk mengatasi kedua masalah itu tentu dengan memiliki lembaga pemasaran yang efisien dan juga memiliki lembaga permodalan atau lembaga keuangan. Itu merupakan gambaran atau pengertian arsitektur ekonomi rakyat. Pilar arsitektur ekonomi rakyat adalah lembaga pemasaran dan lembaga keuangan.
Lembaga pemasaran dalam koperasi bisa dicontohkan seperti Bulog yang merupakan lembaga pemasaran cukup luar biasa. Seharusnya koperasi memiliki lembaga pemasaran seperti Bulog tersebut. Sedangkan untuk lembaga keuangan dalam koperasi harus punya atau memiliki seperti BRI yang menjangkau sampai ke pelosok desa. Kalau koperasi sudah memiliki lembaga seperti Bulog dan lembaga seperti BRI, baru dapat dikatakan koperasi sudah menjadi sokoguru ekonomi rakyat, sudah bisa membangun arsitektur ekonomi rakyat berbasis koperasi yang sehat.
Pilar inilah yang harus dibentuk ke depan. Menurut Subiakto, pembentukan pilar tersebut sangat besar potensinya karena bila melihat koperasi-koperasi yang bergerak di bidang retail jumlahnya cukup banyak hingga ribuan dan sudah berjalan cukup sehat. Namun, faktanya, koperasi yang ada sekarang tetap berdiri sendiri-sendiri. Diperlukan adanya koperasi sekunder yang menangani dan menjadi pusat distribusi yang menyalurkan dan melayani ribuan retail milik koperasi. Tentu itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dan sudah menjadi sokoguru.