Naftali Snanfi, Penduduk Asli Pertama yang Jadi Sopir Angkot di Jayapura

SELASA, 7 MARET 2017

JAYAPURA — Naftali Snanfi, lelaki berusia 46 tahun ini menafkahi seorang istri dan enam orang anaknya dengan bekerja sebagai security dan sopir angkutan umum di Kota Jayapura, Papua.
Naftali Snanfi saat berpose bersama seorang penumpangnya
“Ini motivasi buat anak-anak yang lain, jangan kita dicap sebagai tukang mabuk (konsumsi minuman beralkohol). Kita jangan malu dengan pekerjaan yang dijalani, harus berani,” kata Naftali Snanfi kepada Cendana News di Jayapura, Selasa (07/03/2017).
Suami dari Ester Udam berusia 35 tahun ini pekerjaan pokoknya sebagai komandan security di PT Hutama Karya dan masih digeluti selama 13 tahun hingga saat ini. Dirinya tetap optimis dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya dan bercita-cita menyekolahkannya ke jenjang perguruan tinggi.
“Saya bawa angkutan kota ini baru jalan enam bulan. Saya beli angkot dari sesorang yang menjualnya dengan harga 35 juta dan saya beli gunakan uang kredit di bank,” tutur pria ini sambil menyetir mobilnya.
Senyuman terus tergambar di wajahnya, meski bekerja di PT Hutama Karya, tak membuat dirinya bangga akan penghasilannya yang rata-rata delapan jutaan tiap bulannya. Namun, dirinya berusaha bersaing bersama sopir-sopir yang notabene biasanya warga pendatang.
“Sejak dulu saya saat tak ada proyek di PT Hutama Karya, saya bawa angkutan umum jurusan Entrop-Jayapura. Berselang beberapa tahun kemudian saya bawa mobil rental, lokasinya persis di depan kantor Hutama Karya,” ujar sang kreator managemen keuangan keluarga.
Awalnya sebelum memiliki mobil angkutan umum sendiri, dirinya selain komandan security, menyambi sebagai sopir mobil proyek yang saat itu tengah mengerjakan Jembatan Hamadi-Holtekam, setelah itu timbul niatnya membeli mobil angkutan umum untuk mencari tambahan sampingan.
“Setelah itu ada proyek jembatan Hamadi-Holtekam, saya bawa mobil proyek dan setelah itu saya beli mobil ini untuk mencari nafkah anak dan istri saya,” tuturnya.
Pria asal Sorong, Papua Barat ini mengaku penghasilan per hari yang didapatnya berkisar Rp 300 hingga 400 ribu. Untuk membayar kredit mobil, ia potong dari gaji tempat dirinya bekerja di Hutama Karya dan untuk masukan sampingan sebagai sopir angkutan umum ini buat kebutuhan keluarganya.
“Saya dari 2004 sampai sekarang bawa mobil angkutan umum dan rental mobil. Dan mobil ini murni pemasukan saya pribadi. Puji Tuhan keluarga saya sangat mencukupi dengan hasil kerja saya ini,” tuturnya.
Dengan apa yang dia lakukan saat ini, dirinya ingin buktikan dan beri contoh kepada saudara-saudara orang asli Papua dapat bersaing dengan saudara-saudara pendatang se-profesi sopir angkutan umum.
“Saya mengucap syukur karena, disini (Kota Jayapura-Papua) rata-rata tak ada orang asli Papua. Sedangkan kami mau jadi tuan di negeri sendiri. Kapan lagi kalau bukan sekarang ini,” kata pria yang gemar makan Papeda ini.
Naftali Snanfi (46) dan Ester Udam (35) dikaruniai enam orang anak yang pertama duduk di jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura. Anak kedua kelas 3 SMA, anak ke-3 kelas 1 SMA, anak ke-4 kelas 1 SMP, anak ke-lima kelas 6 SD dan anak ke-enam kelas 3 SD.
Naftali Snanfi saat menjadi sopir angkutan umum perkotaan di pusat Kota Jayapura
Sementara itu, salah satu penumpang, Yakobus Adii mengaku bangga ternyata ada orang asli Papua yang berprofesi sebagai sopir angkutan umum perkotaan. Ia juga mengaku takjub dengan upaya yang dilakakukan oleh bapak enam anak tersebut.
“Bapak ini bekerja luar biasa, pulang kerja, masih mencari uang lagi sebagai sopir. Ini patut dicontoh dan memang kita harus bisa bekerja di negeri kita sendiri,” kata Yakobus yang bekerja di Pemerintah Kota Jayapura. 

Jurnalis : Indrayadi T Hatta / Redaktur : ME. Bijo Dirajo / Foto : Indrayadi T Hatta

Lihat juga...