MINGGU, 20 MARET 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Miechell Koagouw
JAKARTA TMII — Anjungan Provinsi Sumatera Selatan di Taman Mini Indonesia Indah menampilkan ‘bumi sriwijaya’ yang menjadi pengobat keingintahuan pengunjung. Dengan luas wilayah 109.254 km2, ternyata menyimpan keagungan serta kejayaan masa lalu yang terpatri rapi dalam sejarah daerah sekaligus sejarah bangsa Indonesia.
Rumah adat Limas sebagai bangunan utama anjungan Provinsi Sumatera Selatan TMII |
Seperti masih segar dalam ingatan betapa besar dan luas daya jelajah para punggawa Kerajaan Sriwijaya dalam mengarungi lautan nusantara, hingga ke daratan asia, baik untuk kepentingan penaklukan, maupun pembukaan hubungan kerjasama dagang.
Hal ini diwakili dengan miniatur kapal layar Sriwijaya yang disebut ‘perahu negeri’ didalam anjungan. Kapal yang bergerak maju dengan dua layar persegi ini juga turut digerakkan oleh 20 (dua puluh) orang pedayung handal dengan posisi sepuluh orang di sisi kiri dan sepuluh orang di sisi kanan kapal. Kapal ini turut pula membawa ratusan prajurit perang dibawah komando seorang ‘kapten’ diatas kapal.
Jalur perjalanan rutin kapal yang terbuat dari kayu dengan ukiran patung dan daun emas di ujung haluan ini adalah mengarungi laut China Selatan yang terkenal memiliki ombak besar nan ganas. Kalau begitu, ingatan pengunjung pasti langsung mengarah ke Kapal perang kayu tradisional milik Angkatan Laut Republik Indonesia bernama Pinisi Nusantara yang berkeliling dunia dengan membawa misi perdamaian hingga saat ini.
Anjungan Provinsi Sumatera selatan menampilkan tiga buah rumah adat beserta satu balai adat. Gerbang berukir yang terletak di bagian depan anjungan bernama “Gerbang Emas”, terdiri dari dua buah Soko Damas yang bersambungan dengan dengan pagar. Ukiran pada tiang bermotif Pucuk Rebung dan Bunga tanjung merupakan lambang kehidupan, (keagungan dan kebesaran). Bagian atas tiang bermotif kuncup dan kelopak bunga melati yang mengandung arti sopan santun. Bagian pagar diukir dengan motif bunga mawar untuk mengusir segala maksud jahat.
Miniatur ‘perahu negeri’ yaitu kapal layar kebanggaan Kerajaan Sriwijaya |
Adapun makna yang tersimpan dari semua ornamen ukiran tersebut adalah ucapan selamat datang kepada pengunjung yang agung dengan hati bersih serta budi bahasa sopan lagi santun.
Bangunan induk dari anjungan provinsi sumatera selatan adalah Rumah adat Limas, yang dahulu merupakan tempat tinggal para bangsawan bumi Sriwijaya. Limas berarti lima dan emas, berwujud lima jenjang teratur. Hal ini merupakan simbol akan lima jenjang dalam menata masyarakat, yakni penataan menurut jenjang usia, jenis kelamin, bakat, pangkat, dan martabat. Kelima jenjang penataan tersebut tertuang melalui adanya lima ruangan, yaitu : Pagar Tenggalung (peranginan), Jogan, Kekijing Ketiga (tempat para pejabat), Kekijing Keempat (tempat Dapunta Hyang dan Datuk Maharaja), dan terakhir adalah Kekijing Kelima (Gegajah) yang aslinya sebagai ruang duduk permaisuri dan putra sulung, bersama wanita-wanita pembesar lainnya.
Rumah kedua adalah Rumah Rakit, yang merupakan contoh rumah yang terdapat di sungai Musi Sumatera Selatan. Rumah yang tata letaknya mengikuti pasang surut air ini, selain berfungsi sebagai rumah tinggal juga sebagai tempat berdagang. Oleh karena itu, oleh pengelola anjungan sekarang rumah rakit difungsikan sebagai restoran makanan khas palembang yakni ‘pempek’ yang diberi nama ‘pempek rumah rakit’ untuk menggantikan fungsi terdahulunya sebagai tempat pameran benda-benda budaya serta kerajinan tangan khas Sulawesi Selatan.
Rumah ketiga yaitu Rumah Ulu, rumah rakyat biasa di Sumatera Selatan yang bercorak agraris, hal ini mewakili sebagian masyarakat di daerah ini yang hidup bukan dengan mengandalkan hasil laut dan sungai, melainkan bercocok tanam.
Aslinya, rumah panggung sederhana ini memiliki bagian bawah (kolong rumah) yang digunakan menaruh peralatan sekaligus perlengkapan bertani dan berkebun. Di zaman dahulu, bagian kolong rumah tersebut juga tempat meletakkan susunan kayu api dan hal itu merupakan kebanggan tersendiri bagi pemilik rumah. Di depan rumah dibangun sebuah bale yang sekarang berfungsi sebagai mushala bagi karyawan anjungan serta pengunjung.
Sama seperti daerah nusantara lainnya, maka Sumatera Selatan memiliki kain berciri khas kedaerahan yang sampai sekarang terus dipertahankan sekaligus dipakai oleh masyarakatnya. Songket adalah salah satu kain dengan cita rasa seni dan budaya Sumatera Selatan yang sangat terkenal. Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, songket adalah pakaian yang dipergunakan kaum bangsawan baik untuk pakaian sehari-hari maupun sebagai hadiah bagi tamu agung kenegaraan.
Di ruang tengah bangunan utama anjungan Sumatera Selatan dapat dilihat beragam motif kain songket khas, yakni motif lepus berakam, bintang berante, bintang kayu apuy, nampan perak, bungo jepang (sakura), kenango makan ulet, bungo cino, biji pare, nago betarung, cantik manis, bungo pacik, tigo negeri, tabur limar, bungo intan, dan motif ulir.
Selain itu, dapat pula dijumpai diorama busana adat tradisional serta busana pengantin mulai dari busana adat Ogan Komiring Ilir (OKI), Pasangkon, Musi Banyu Rawas, Musi Banyuasin, sampai busana pengantin Pasangkon Banyuasin, Betangas Banyuasin, dan Aesan Gede.
‘Bakul Tangkal’ wujud kearifan lokal masyarakat Musi Banyuasin |
Satu hal menarik dari kearifan lokal masyarakat Sumatera Selatan adalah ‘bakul tangkal’ milik Masyarakat Muba (Musi Banyuasin), berfungsi sebagai wadah penyimpan obat-obatan tradisional sekaligus penangkal aura negatif dari luar. Wadah anyaman ini sekarang terancam punah karena sulit ditemui lagi di tempat asalnya, dan anjungan Sumatera Selatan masih menyimpan ‘bakul tangkal’ dengan baik. Apakah bakul tangkal ini adalah yang terakhir, tiada seorangpun yang tahu akan hal itu.
Kerajinan lain adalah ukiran kayu, kerajinan gading, kuningan, timah dan keramik. Untuk seni tari, maka yang terkenal dari sumatera selatan adalah tari Gending Sriwijaya, tari Tepak, tari Pagar Pengantin, tari Kipas, dan lain-lain.