Laut Menjadi Begitu Seksi di Tangan Jokowi

CENDANANEWS (Kajian) – Kebijakan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan sejenis pukat harimau dalam proses penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri No.2 Tahun 2015 patut diapresiasi. Sebab kebijakan tersebut selain melindungi kepentingan nelayan kecil dalam mencari nafkah juga bermanfaat bagi kelestarian ekosistem laut khususnya keberadaan terumbu karang. Kebijakan pemerintah Jokowi  ini tidak saja dilatarbelakangi oleh kepedulian terhadap nasib nelayan kecil semata.

Pemerintahan Megawati melalui menteri  Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri telah mengeluarkan peraturan Nomor 38 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Pada tanggal 27 Desember 2001, bertempat di Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri pada waktu itu telah mencanangkan “Seruan Sunda Kelapa”. Seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan berlandaskan pada kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia, dengan alam laut yang kaya akan berbagai sumberdaya alam.
Di era pemerintahan Gus Dur 2 (dua) tahun sebelumnya mengeluarkan kebijakan membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Dalam perjalanannya, namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan kelautan di Indonesia. 
Sementara pada masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono memiliki kebijakan nasional yang terkait dengan bidang kelautan, yakni mengganti nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 21 Tahun 2007, ditetapkan Undang-undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005–2025 yang memuat pembangunan bidang kelautan, dan menyelenggarakan Konferensi Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada bulan Mei 2009.

Poros Maritim ala Jokowi

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Asia Timur (KTT EAS) di Myanmar, Kamis, 13 November 2014 dimana Jokowi begitu dipuja-puja media sebagai tokoh sentral pencetus Poros Maritim, kenyataannya sambutan pemimpin negara saat itu karena beliau adalah Presiden baru terpilih yang menang secara fenomenal. Menurut Jokowi, Indonesia akan menjadi poros maritim dunia yang memiliki peran besar dalam berbagai bidang. Sebagaimana yang dikutip Tempo, untuk mewujudkan visi sebagai poros maritim dunia, Jokowi menuturkan ada lima pilar utama yang diagendakan dalam pembangunan. Pertama, membangun kembali budaya maritim Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas 17 ribu pulau (padahal lebih), bangsa Indonesia harus menyadari bahwa identitas, kemakmuran, dan masa depannya sangat ditentukan oleh pengelolaan samudra.

Lihat juga...