CENDANANEWS, Hujan protes masyarakat nelayan kepada menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti atas dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015. Apa tidak, disitu dengan jelas dan tegas diharamkannya penggunaan alat tangkap ikan berjenis Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Sebab penggunaan alat tangkap jenis Pukat tersebut dapat mengancam kelestarian ekosistem laut karena dapat merusak terumbu karang serta kelangsungan sumber daya ikan. Jenis pukat ini berupa jaring yang ditarik dengan menggunakan kapal sehingga nelayan tidak dapat menebak jenis tangkapan yang terperangkap kedalam jaring tersebut.
Lain halnya dengan masyarakat nelayan Kendari sewaktu cendananews menemui mereka di Pusat Pelelangan Ikan Kendari Selasa (17/2), “Kami senang dengan kebijakan Menteri Susi sekarang rejeki kami lebih baik ketimbang dulu” kata Awal (43) anak buah kapal motor Fajar Kendari. Awal yang saat ditemui sedang bersiap-siap melaut itu juga menjelaskan ketika kapal-kapal besar menyerok ikan dengan pukatnya hanya sedikit ikan yang masuk ke rompong.
Setuju dengan pendapat Awal, Yusmar Ketua Kelompok Nelayan ‘Muhlis Indah’ juga senang dengan hasil tangkapan yang diperoleh para nelayan belakangan ini, namun Laki-laki berusia 38 tahun ini juga mengeluhkan tentang perilaku nelayan nakal yang mencari ikan di rompong orang lain. Padahal sesuai kesepakatan tiap nelayan dilarang melakukan hal tersebut kalau tidak ingin diberi sanksi denda 100 juta rupiah. Yusmar pun menyerukan agar pemerintah provinsi mengeluarkan perda agar aturan pencurian ikan di sekitar rompon nelayan lain lebih mengikat dan memiliki dasar hukum yang jelas.
Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah meregistrasi Rompong dengan kode: 2011002073 sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional yang berasal dari daerah Bulukumba Sulawesi Selatan. Rompong adalah tehnik penangkapan ikan ramah lingkungan dengan membuat tempat bermain ikan menggunakan pelepah kelapa dan sejenisnya diletakkan dalam wilayah tangkapan ikan. Rompon ini dijalin menggunakan tali beserta bahan-bahan lain seperti batu dan gabus sedemikian rupa agar mengundang ikan untuk datang dan bermain disitu lantas memudahkan nelayan menangkapnya.
Penggunaan Rompong ini sudah dilakukan sejak dulu oleh para pelaut Bugis asal Bone diduga tehnik ini asal muasalnya dipraktekkan nelayan asal Mandar Sulawesi Selatan. Kenyataannya di beberapa wilayah Nusantara praktek penangkapan ikan dengan menggunakan Rompong atau Rumpon ini sudah tak asing lagi. Selain ramah lingkungan karena tidak mengancam keberadaan terumbu karang dan bayi ikan para nelayan juga bisa menghemat Bahan Bakar Minyak karena tak perlu berkeliling perairan untuk menjaring ikan.
Lantas ketika pemilik kapal-kapal besar menjerit atas larangan penggunaan pukat jaring dan pukat hela, nelayan sini bersiul dan bernyanyi lagu Koe Plus ‘Lautan.. bukannya kolam susi.. eh susu…’
———————————–
Rabu, 18 Februari 2015
Penulis : Gani Khair
Editor : Sari Puspita Ayu
———————————-