Inilah Buku Kartu Pos Bergambar Samarangh, Memori Visual Sejarah Kota Semarang
Ia menekankan bahwa kartu pos merupakan medium penting dalam merekam wajah kota, bangunan, jalan, serta kehidupan sosial pada masanya.
“Kartu pos, prangko, dan cap pos bukan sekadar benda koleksi. Semua itu bercerita. Dari sana kita bisa membaca sejarah kota, teknik fotografi, hingga dinamika sosial pada zamannya,” tambahnya.
Senada dengan Menbud Fadli Zon, Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, juga menyebutkan bahwa buku ini diharapkan mampu menyentuh emosi serta membangkitkan kecintaan masyarakat Semarang terhadap sejarah kota.
Melalui karya-karya visual yang ditampilkan, pengunjung diajak menelusuri cerita masa lalu Kota Semarang, melihat perubahan ruang kota, serta memahami dinamika sejarah hanya melalui gambar.
“Melalui karya-karya ini, kita tidak hanya melihat gambar, tetapi juga membaca cerita tentang bagaimana kondisi sebuah jalan di masa lalu dan bagaimana keadaannya sekarang,” ujarnya yang disampaikan pada sambutan kegiatan.
Sebagai seorang filatelis, Menteri Kebudayaan mengungkapkan bahwa dirinya telah mengumpulkan sekitar 7.000 hingga 8.000 kartu pos dari berbagai wilayah di Indonesia.
Koleksi tersebut diklasifikasikan berdasarkan kota, dengan jumlah terbanyak berasal dari kota-kota besar seperti Batavia, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan Bukittinggi yang dahulu dikenal sebagai Fort de Kock.
Koleksi kartu pos tersebut kemudian dikembangkan melalui riset dan kajian mendalam agar tidak hanya menampilkan gambar, tetapi juga menghadirkan narasi sejarah di baliknya.
Buku yang diluncurkan hari ini merupakan buku ketiga dalam rangkaian buku kartu pos bergambar yang disusun Menteri Kebudayaan, setelah sebelumnya menerbitkan buku tentang Buitenzorg (Bogor) dan Fort de Kock (Bukittinggi).