UDHR, ICCPR, dan ICESCR membangun fondasi etis bahwa martabat manusia harus dihormati oleh seluruh negara. Namun implementasi HAM tidak pernah berada dalam ruang kosong, melainkan dalam dunia nyata yang penuh dengan: kepentingan geopolitik, dinamika keamanan, perbedaan budaya, dan tantangan pembangunan.
Karena itu, banyak sarjana menyarankan pendekatan “context-sensitive human rights” atau HAM yang peka konteks. Menyeimbangkan: universalitas martabat manusia, pluralitas budaya dan politik, kebutuhan stabilitas nasional, kewajiban negara memenuhi kesejahteraan rakyat (ICESCR), dan perlindungan kebebasan sipil secara proporsional (ICCPR).
Dengan pendekatan demikian, HAM dapat kembali pada tujuan mulianya. Bukan sebagai alat politisasi. Bukan instrumen hegemoni. Bukan ancaman terhadap identitas bangsa. Tetapi sebagai landasan yang memperkuat kemanusiaan secara adil dan berimbang.
Jakarta, ARS (rohmanfth@gmail.com)