Masih ada jalur ilegal digunakan: kasus Melanie Bohner (2024) dan Abdullah (2023) tewas di jalur tanpa izin/resmi yang tidak ada pengawasan sama sekali. Lambatnya sistem evakuasi: waktu respons SAR bisa 8–72 jam oleh akses sulit. Tim SAR harus didatangkan dari kota yang jarak tempuhnya cukup lama. Golden moment terlewati.
Bukan hanya di Rinjani. Kecelakaan meninggal pendaki gunung juga terjadi di tempat lain. Kita ambil data 5 tahun terakhir (2020–2025) saja.
Semeru Jatim: 4-6 Desember 2021. Sebanyak 57 orang tewas dan 104 luka-luka akibat erupsi dan lahar panas di sekitar Mahameru. Juli 2024: terjadi longsor – dua pendaki terluka parah setelah terseret longsoran saat turun via jalur Ranu Kumbolo.
Puncak Carstensz (Puncak Jaya, Papua): 2024: Dua pendaki tewas saat descent karena hipotermia. Pada Februari 2025: dua lagi meninggal disebabkan Acute Mountain Sickness dan hipotermia saat pendakian rombongan.
Gunung Agung (Bali): menimpa warga Amerika awal 2022) di jalur Agung. Gunung Dempo (Sumatera Selatan): Januari 2025: Pendaki Deko Avriansyah (21 th) tewas akibat hipotermia di puncak. Dua pendaki lain juga meninggal di awal tahun. Gunung Slamet (Jawa Tengah): Februari 2025 – Marcel (16 th) jatuh ke jurang sekitar 100 m saat evakuasi. Meninggal dunia.
Gunung Pesagi (Lampung Barat): Mei 2025. Pendaki (diperkirakan 30 th) meninggal karena hipotermia di puncak. Gunung Marapi (Sumatra Barat): 3 Desember 2023. Erupsi menyebabkan abu panas dan korban tewas sekitar 24 pendaki/dekat kawah.
Gunung Penanggungan (Jawa Timur): Desember 2024: pendaki meninggal, jalur pendakian ditutup sementara. Gunung Arjuno-Welirang (Jawa Timur): Agustus 2023- Yodeka (21 th) meninggal di Pos 2 jalur Sumber Brantas.