Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Surat itu tertanggal 6 September 2024. Beredar luas. Di broadcast melalui berbagai flatform media sosial. Masyarakat luas merespon dengan ekspresi penuh kecewa.
Ketua LP2M UIN Walisongo Semarang membatalkan diskusi publik. Tema diskusi itu: “Migrasi, Agama dan Peran Sosial Keagamaan Klan Baalwi di Indonesia”. Poin 1 s.d 3 surat itu mengilustrasikan persiapan dan kesiapan panitia. Termasuk kesiapan partisipan. Semua berjalan dengan baik. Termasuk koordinasi dengan Polrestabes Semarang dan Polda Jateng.
Masyarakat luas menunggu even itu dengan penuh antusias. Tercermin respon mereka di berbagai media sosial. Salah satunya bagaimana perdebatan ketersambungan nasab klan Baalwi dilihat dari berbagai perspektif kepakaran. Bagaimana akurasi tesis kyai Imadudin yang membatalkan klaim ketersambungan itu. Bisa diuji secara akademik. Oleh para pakar.
Kampus dinilai bukan saja sebagai tempat netral. Melainkan tempat tradisi ilmiah ditumbuh kembangkan. Gudang para ilmuan. Diskusi akan bisa dipertanggungjawabkan secara akademik. Para pihak berbeda pandangan (Kyai Imadudin dan Rabithoh Alawiyah) bisa diverifikasi pandangannya oleh kaum akademik.
Poin 4 surat itu mengungkapkan alasan pembatalan diskusi. Tanggal 5 September, team mabes POLRI menemui panitia. Menyampaikan analisis kerawanan. Menjelang, pada saat dan paska diskusi. Panitia kemudian memutuskan, diskusi dibatalkan.
Pembatalan itu, langsung atau tidak langsung memunculkan tiga implikasi. Pertama, citra otoritarianisme rezim berkuasa. Kedua, ketidaksiapan ulama berhadapan dengan verifikasi ilmiah. Ketiga, tumbuhnya tuntutan standarisasi kualifikasi ulama.