Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 27/06/2025
Kenapa Indonesia kini begitu tertinggal dibanding RRC. Padahal dulu indikator kemajuan dipegang Indonesia. Tahun 1980: PDB per kapita Indonesia lebih tinggi dari Tiongkok. Tahun 1990: Tiongkok mulai menyusul. Tahun 2000-an: Tiongkok jauh meninggalkan Indonesia.
Sejumlah aktivis kiri menuding kegagalan Indonesia itu akibat penegasiannya terhadap Komunisme. RRC menganut Komunis, maka ia maju. Tudingan kaum kiri itu menjadi ejekan terhadap Indonesia yang dahulu (Era Orba) sangat anti komunis. Sekaligus cerminan ambiguitasnya dalam memandang demokrasi dan otoritarianisme RRC maupun Indonesia.
Tudingan kaum kiri itu menutupi beberapa hal. RRC di bawah Deng Xiaoping sejak 1978 melakukan politik pintu terbuka dalam bidang ekonomi: liberalisasi. Sentralisme ekonomi khas komunisme ditinggalkan. RRC membuka diri terhadap investasi asing, menerapkan ekonomi pasar sosialis, membentuk zona ekonomi khusus (SEZ), fokus pada ekspor dan manufaktur.
Komunisme hanya disisakan dalam sistem politik RRC: Partai Tunggal. Tidak ada demokrasi dalam politik RRC. Bisa dikatakan sebagai sistem otoritarian. Sementara Indonesia pada era Orde Baru menerapkan penyederhanaan partai : 3 partai. Akan tetapi dituding otoritarian. Bahkan sistem MPR dan GBHN juga dituding otoritarian. Atas nama demokrasi, sistem itu didekonstruksi. Sementara sistem otoritarian RRC dipuja sebagai kunci stabilitas dan kemajuan.
Jadi apa sebenarnya penyebab stagnasi pembangunan Indonesia. Hingga tertinggal kemajuannya oleh negara-negara lain. Termasuk oleh RRC itu.
Jawabnya adalah: sistem otoritarian-Komunis RRC menjaga pembangunan terus tumbuh. Tidak mengalami keterputusan. Sementara Indonesia dipukul krisis ekonomi Asia (1997–1998). Diiringi gejolak politik berkepanjangan dan disorientasi gerakan reformasi.