Ketiga, Kyai Imadudin bukan ulama Mashur. Bukan Ulama Internasional. Alasan itu juga tidak bisa menegasikan temuannya. Bahwa tidak ada catatan nasab baalwi tersambung kepada rasulullah antara abad 4 sampai dengan abad 9 Hijriah. Tesis harus ditelaah secara konten. Bukan keinternasionalan reputasinya sebagai acuan. Secara kelaziman, justru karya itu membuat seorang menginternasional.
Apalagi tidak sedikit orang silau kemashuran ulama luar negeri. Padahal belum tentu kepakarannya lebih bagus dibanding ulama-uolama dalam negeri. Hanya ia beda negara saja.
Keempat, pembuktian DNA tidak syar’i. Mungkin saja secara genetik memiliki ketersambungan nasab. Akan tetapi prosesnya tidak sah melalui pernikahan. Akibatnya tidak bisa disebut memiliki ketersambunga nasab.
Argumentasi ini tidak membatalkan DNA sebagai alat pembuktian ketersambungan genetik. Melainkan harus melalui proses yang legal untuk bisa disebut tersambung nasab. Jika seseorang yang memiiki ketersambungan genetik saja belum tentu bisa ditetapkan sebagai tersambung nasab. Apalagi orang yang tidak memiliki keterikatan genetik. Tentu lebih tidak bisa disebut tersambung nasab.
Tesis Kyai Imadudin bisa dipahami secara sederhana. Bagi kaum akademik. Cukup telaah kontent. Seseorang akan memahami kerangka logis tesis Kyai Imadudin itu.
ARS (rohmanfth@gmail.com), Jaksel, 1-08-2024