Tesis Kyai Imad Cukup Telaah Konten

Jika hanya pengakuan lisan, maka jatuhnya sama dengan legenda. Karena jarak peristiwanya sudah jauh. Esksistensinya batal oleh dokumen tercatat. Kekosongan catatan kitab nasab itu menjadikan klaim kedzuriaran klan Baalwi sebenarnya tidak memenui syarat Syhuroh Wal Istifadhoh itu.

Apa mungkin pengakuan masyarakat luas atas ketersambungan nasab itu berbeda dengan fakta?. Ketersambungan nasab terkait proses biologis bersifat privat. Harus ada bukti genetik.

Jawabnya mungkin saja.

Bisa saja seorang yang dianggap anak keluarga tertentu, sebenarnya anak angkat. Tapi sudah terlanjur diyakini publik sebagai anaknya. Keyakinan itu diteruskan turun temurun.

Kedua, tidak ada ulama-ulama mashur membatalkan klaim kedzuriahan klan Baalwi. Argumentasi ini sebenarnya mudah patah. Apakah tidak adanya pembatalan dari ulama-ulama itu dengan sendirinya membatalkan fakta keterputusan catatan kedzuriahan Baalwi?. Fakta yang diketemukan kemudian. Tentu bukti faktual keterputusan itu, lebih kuat bobotnya dibanding dengan tidak adanya pembatalan oleh para ulama.

Ketersambungan nasab merupakan soal pembuktian. Bukan dalil atau tafsir terhadap dalil keagamaan. Bisa saja para ulama mashur di dunia belum melakukan riset pada massa itu. Belum menemukan bukti keterputusan catatan. Sehingga menerima begitu saja informasi kedzuriahan clan Baalwi.

Untuk urusan di luar wahyu, Rasulullah juga pernah salah. Soal kasus qurma. Ketika melewati pekebun qurma, Rasul Muhamamd Saw mengomentari penyilangan qurma. Menurut Rasululullah, petani tidak harus melakukan proses seperti itu. Ternyata hasil buah qurma-nya tidak baik. Petani itu mengadu. Rasululah kemudian menjawab “kamu lebih tahu urusanmu”. Dalam urusan dunia, rasul pernah salah. Manusiawi. Ulama tentu saja tidak bebas dari kealpaan manusiawi.

Lihat juga...