Solusi Hukum Polemik Nasab Habaib

Pertama, ketika klaim itu tidak didukung bukti, bisa dianggap sebagai kebohongan publik. Kedua, ketika perilaku orang yang melakukan klaim itu tidak mampu menjaga kemuliaan Rasulullah Saw., bisa dianggap melakukan pencemaran nama baik terhadap tokoh sentral ummat Islam itu.

Kedua implikasi ini bisa memicu disharmoni antar elemen ummat. Menjadi tanggung jawab negara untuk melakukan pengaturan. Sila pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945 secara substansi mengamanatkan tiga hal kepada negara.

Pertama, mendorong pembangunan masyarakat dan bangsa ber-Tuhan. Salah satunya melalui dukungan pendidikan keagamaan. Agar setiap warga negara mampu beragama dengan benar. Kedua, melindungi setiap warga negara dalam menjalankan agamanya masing-masing. Ketiga, menjaga harmoni dan kerukunan antar ummat maupun antar internal ummat beragama.

Berdasar sila pertama dan pasal 29  itu, polemik akurasi ketersambungan nasab Habaib mengharuskan negara untuk melakukan pengaturan. Agar tidak terjadi disharmoni antar elemen ummat beragama. Pengaturan itu bisa dipertimbangkan hal-hal berikut:

Pertama, pelarangan eksistensi lembaga pencatat nasab Rasulullah Muhammad Saw., di Indonesia. Hingga adanya peraturan tentang mekanisme pendirian pencatat nasab Rasulullah Saw., berdasarkan peraturan pemerintah.

Kedua, melalui masukan elemen-elemen ummat Islam, dibuat peraturan pemerintah tentang mekanisme mendirikan lembaga pencatat nasab Rasulullah Saw., di Indonesia. Tentu saja mengharuskan kriteria-kriteria yang sangat ketat. Agar bisa dipastikan output lembaga ini memiliki akurasi yang bisa dipertanggungjawabkan.  Jika kelembagaan ini dipandang oleh ummat Islam Indonesia diperlukan.

Lihat juga...