Habaib dan Problem Pembuktian

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

Polemik nasab Habaib belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Kaum Habaib dan mukibin (pencinta)-nya masih terus membela eksistensinya. Menolak mengakui jika ketersambungan nasabnya dengan Rasulullah tidak terbukti.

Pada sisi sebaliknya, perlawanan terhadap klaim sepihak Baalwi sebagai tersambung nasab dengan Rasulullah semakin gencar. Kumpulan bukti-bukti menunjukkan tidak ada kaitan nasab antara Habaib dengan Rasulullah Saw. Test DNA maupun kajian filologi memberi indikasi kuat kaum Habaib bukan dari Arab. Ia keturunan Kaukasus dan berdarah Yahudi Askenazi.

Front pertengkaran semakin terbuka. Para tokoh terlibat dalam kedua front semakin beragam. Satu sama lain saling koreksi. Ajaran Islam bukan dominasi kelompok tertentu. Inklusif. Milik semua ummat yang meyakininya. Bersadar sumber otentiknya. Al Quran dan Hadist.

Maka setiap narasi terkait ke-Islaman, akan terbuka beragam pihak untuk ikut menyumbang ide. Termasuk mengkoreksi potensi kesalahan dari sumber otentik itu.

Pencermatan terhadap pertengkaran dua kubu itu bisa megantarkan pada kesimpulan. Reputasi kaum Habib di Indonesia sudah jatuh. Sudah rusak. Sulit diperbaiki. Setidaknya oleh hal-hal berikut:

Pertama, akan selalu ditempatkan reputasinya sebagai musuh nasionalisme Indonesia. Baik dari sudut historis maupun spirit. Oleh jejak historis Mufti Betawi Utsman Bin Yahya.

Keberadaannya menjadi proksi Belanda dalam menundukkan perlawanan ulama-ulama nusantara melawan penjajah. Sama seperti perspektif orang terhadap agama Nasrani. Sebagai agama kaum penjajah di Indonesia.

Penjajah merupakan sisi antogonistis dari nasionalisme Indonesia. Setiap upaya memperingati atau membangkitkan nasionalisme Indonesia, akan selalu menempatkan Habaib pada sisi yang berhadapan.

Lihat juga...