Data itu seperti hendak mengatakan: ada hasrat bilogis yang harus dipenuhi, akan tetapi tidak siap dengan kehamilan. Hasrat biologis adalah hukum alam. Harus disalurkan. Tidak bisa dihadang.
Hukum positif melarang aborsi. Diatur dalam pasal 75, 76, 77, dan 194 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pengecualian pelarangan itu adalah ketika ada kedaruratan medis dan kehamilah akibat pemerkosaan yang bisa menyebabkan trauma psikologis. Ketentuan itu juga senada pada KUHP Lama, maupun UU No 1/2023 yang akan berlaku tahun 2026. Pengecualian larangan itupun dalam prosedur yang sangat ketat.
Hukum Islam terbagi dalam varian madzhab. Sebagian besar ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi’iyyah sebelum usia kehamilan 120 hari. Sebagian besar fuqaha’ Syafi’iyyah, sebagian besar fuqaha Hanabilah, dan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah membolehkan sebemum usia janin 40-40 hari. Sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim, baik sebelum maupun sesudah 40 hari. Sebagian besar fuqaha’ Malikiyyah, Imam al-Gazali, Ibn al-Jawzi, dan Ibn Hazm al-Zahiri, menyatakan aborsi sebagai haram secara mutlak.
Belum tersaji data terverifikasi dari keseluruhan kasus aborsi di Indonesia. Berapa persen masuk pengecualian yang diperbolehkan (mengalami kedaruratan medis dan akibat pemerkosaan). Atau sekedar Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Disisi lain pernikahan dini merupakan bagian kebijakan kependudukan yang tidak disarankan. Pernikahan dini berdampak kesehatan pada ibu dan anak. Secara psikologis memicu depresi, kekerasan dalam rumah tangga dan keterbatasan dalam jenjang pendidikan. Secara ekonomi akan sulit memutus siklus kemiskinan ketika SDM tidak cukup bekal pendidikan. Dampak terhadap konfikugasi keluarga bisa menyebabkan ketidakstabilan, perkembangan anak, perceraian dan konflik.