ICOSOP: Tiga Pakar Hukum Usulkan Pentingnya Penetapan Batasan Penggugat dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Lingkungan Hidup di Indonesia

Undang-undang tersebut bahkan memberikan kedudukan hukum kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan berdasarkan Pasal 92 Undang-Undang Lingkungan. Intinya, pasal ini menyatakan bahwa organisasi lingkungan yang memenuhi kriteria tertentu, seperti status badan hukum, pendirian untuk tujuan pelestarian lingkungan, dan rekam jejak kegiatan yang relevan selama minimal 2 tahun sesuai dengan peraturannya, berhak mengajukan tuntutan hukum. untuk pelestarian fungsi lingkungan.

Berdasarkan pasal tersebut, LSM lingkungan berhak menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Isu menarik muncul ketika LSM lingkungan yang bertindak sebagai penggugat belum pernah ke daerah yang diduga terkena pencemaran air, seperti yang terlihat pada Kasus No. 41 / G / LH / 2018 / PTUN.PBR di Pengadilan Tata Usaha Negara di Pekanbaru.

Hal ini menarik untuk diselidiki karena LSM tersebut bukan bagian dari masyarakat setempat, namun tetap berhak mengajukan gugatan.

Di sisi lain, Seperti contoh dalam Perkara No. 41/G/LH/2018/PTUN.PBR, Lembaga Swadaya Masyarakat Bidang Lingkungan Hidup YLBHR (Penggugat) beralamat di Kabupaten Kampar, Riau, melakukan gugatan kepada KDPM dan PTSP di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau (Tergugat I) dan juga KDLHK di Kabupaten Indragiri Hilir (Tergugat II) dan RSPI di Kabupaten Indragiri Hilir (Tergugat II Intervensi) dengan obyek yang disengketakan adalah Surat Keputusan  Nomor: 503/BP2MPD-IL/IX/2014/4 tanggal 24 September 2014 tentang Pemberian Izin Lokasi Kepada RSPI (Obyek 1) dan Surat Keputusan Kpts.21/BLH-UPL/VI/2015 tanggal 26 Juni 2015 (Obyek 2), karena Tergugat II Intervensi diduga melakukan pencemaran air di Indragiri Hilir.

Lihat juga...