Enam Jam Kroasia-Bosnia, de-javu Enam jam di Yogya

Oleh: Noor Johan Nuh

Noor Johan Nuh

Pasukan PBB yang menjemput menyiapkan beberapa kendaraan panser buatan Perancis.

Ikut bersama Presiden Soeharto di dalam panser; Atase Pertahanan Indonesia di Sarajewo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi Mayor CPM Unggul Yudhoyono, dan Kolonel Sjafrie Sjamsoedin.

Perjalanan dari Bandara ke Istana makan waktu setengah.

Tiba di Istana, Presiden Soeharto disambut hangat oleh Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic.

Kedua pemimpin berbincang-bincang dan makan siang yang memakan waktu satu setengah jam.

Usai pertemuan Presiden Soeharto meminta Menteri Luar Negeri Ali Alatas memberi keterangan pers selama setengah jam, sementara Presiden dan rombongan menunggu di ruang lain.

Suasana perang begitu mencekam, suara tembakan sayup-sayup gemuruh terdengar dari kejauhan, dan terlihat di Istana gerakan prajurit-prajurit Bosnia yang bersiaga penuh.

Perjalanan pulang dari Bosnia ke Kroasia tidak kalah mencekamnya.

Saat pesawat take off, moncong senjata 12,7 kembali bergerak mengikuti laju pesawat.

Beberapa saat sebelum mendarat di bandara Zagreb, Sjafrie bertanya kepada Presiden Soeharto, mengapa begitu memaksakan diri untuk datang ke Bosnia yang situasi sangat tidak kondusif karena menjadi medan pertempuran. Resiko ditembak oleh salah satu pihak yang sedang bertikai sangat besar.

Presiden Soeharto menjelaskan; “Sebagai Pemimpin Non Blok—ada negara yang sedang susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, kita datang saja—kita tengok. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi bertambah semangat”, jelas Pak Harto.

Tepat pukul 18.00 atau 6 sore, pesawat mendarat mulus di Bandara Zagreb.

Lihat juga...