Enam Jam Kroasia-Bosnia, de-javu Enam jam di Yogya
Oleh: Noor Johan Nuh
Tanggal 13 Maret 1995, Presiden Soeharto dalam kedudukannya sebagai Pemimpin Negara Non Blok, berkunjung ke Zagreb, Ibukota Kroasia.
Dalam kunjungan itu, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Presiden Kroasia Franjo Tudjman rencana kunjungannya ke Bosnia Herzegovina.
Presiden Franjo tidak mendukung rencana itu lalu menceritakan bahwa dua hari sebelumnya, pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yashusi Akashi, ditembak saat hendak mendarat di Bosnia.
Beruntung tidak jatuh korban jiwa meskipun beberapa bagian pesawat bolong-bolong terkena peluru.
Karena itu, Presiden Franjo menyarankan agar Presiden Soeharto mengurungkan rencananya tersebut.
Menurut Letnan Jenderal TNI (Purn) Syafrie Syamsudin di Reffly Harun Channel ; Insiden penembakan pesawat PBB di Bosnia menggambarkan situasi di sana sangat tidak kondusif. Potensi perang antara mereka yang bertikai dapat terjadi setiap saat, dan hal itu sudah dilaporkan kepada Presiden Soeharto.
Pasukan Pengamanan Presiden menyarankan agar Presiden Soeharto membatalkan rencana kunjungan ke Bosnia Herzegovina.
Saat itu Syafrie sebagai Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden dengan pangkat Kolonel.
Saran dari Pasukan Pengamanan Presiden dijawab dengan anggukan kepala oleh Presiden Soeharto.
Namun ditengah pembicaraan dengan Presiden Franjo, Presiden Soeharto malah memutuskan berangkat ke Bosnia sekaligus menentukan waktunya yaitu pukul 12.00.
Tentu saja keputusan itu sangat mengejutkan bagi Pasukan Pengamanan Presiden serta anggota rombongan lainnya.
Saat itu pukul 09.00, tersisa waktu tiga jam untuk mempersiapkan keberangkatan ke Bosnia.
Usai pertemuan segera Presiden Soeharto dan rombongan berangkat ke Bandara Zagreb.