Kantor desa tepat menghadap ke sebuah tempat ibadah. Nasihat emak semalam masih terngiang di selaput pendengaranmu. Katanya kau harus bekerja baik karena jasa Pak Lurah begitu besar.
Kau tinggal berbelok ke depan masjid baru sampai di kantor desa. Kau mendadak menghentikan langkah sejenak, melihat mobil-mobil berplat luar kota terparkir di bahu jalan. Orang-orang memenuhi halaman itu tampak berjubel. Isi tempurungmu lantas berpikir apa yang terjadi. Kau mendadak menghentikan langkah lagi.
Baru saja kau hendak bertanya kepada rekan kerjamu. Pintu kantor kepala desa terbuka lebar. Dua orang di kanan kiri memegang kedua tangannya. Rompi oranye jelas melekat pada tubuh yang sangat kau kenali. Kau membuka lebar mulutmu. Sementara yang berompi oranye digiring menuju mobil yang telah dibuka pintunya. Saat berpapasan denganmu, dia masih sempat berkata.
“Yo ….”
Kau memalingkan muka. Tak kuat menyaksikan kenyataan.
“Aryo … maafkan Bapak telah merampas hakmu dan nenekmu.”
Kau masih tak menjawab. Kau hanya membatin. Padahal kemarin dia masih sempat memberimu sekotak roti bakar. ***
Lia Laeli Muniroh, lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam Darul-Arqam Muhammadiyah, Garut, Jabar. Pegiat literasi dan penikmat sastra. Tulisannya tersebar di media sosial dan berbagai buku antologi cerpen, feature, memoar, puisi, dan artikel. Dua buku solo yang telah diterbitkan dengan judul: Anak Rantau Jadi CEO (NIMU PRESS, Sumedang-Jabar, 2022) dan Warisan Cinta Penjerat Asa (NIMU PRESS, Sumedang-Jabar, 2022). Domisili di pesisir pantai Pangandaran, Jawa Barat.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain.