Yo dan Deretan Rompi Oranye

CERPEN LIA LAELI MUNIROH

Kau memang jauh dari dewasa, usiamu baru menginjak 19. Kau berbeda dari kebanyakan anak seusiamu. Kau jarang jajan atau menikmati makan enak seperti yang lain. Emakmu tidak cukup memiliki rupiah dan gajimu sangat terbatas.

Memang rumahmu tidak begitu jauh dari kantor desa, setiap hari lalu lalang orang bekerja melewati depan rumahmu. Kau pun biasa pulang saat jam istirahat untuk sekadar mengisi perut yang keroncongan.

Sebuah mobil berhenti membelakangimu yang sedang menginjak-nginjak tanah agak terlihat padat menutupi bagian yang becek. Pak lurah turun dari mobilnya yang berplat merah. Menyerahkan sebungkus roti bakar selai blueberry.

“Ini untukmu, jangan lupa bagi dengan emakmu, ya.”

Kau mengangguk, lalu gegas memasuki rumahmu yang nyaris runtuh. Jarang-jarang kau mendapatkan camilan spesial di sore hari. Emakmu sedang terlelap tidur saat satu gigitan pertama memenuhi rongga mulutmu. Kau begitu menikmatinya hingga suara tegukan air mineral terdengar kencang.

Satu tegukan langsung mendorong gulungan selai blueberry di bagian dalamnya tuntas meninggalkan tenggorokanmu. Emakmu terganggu mendengar asyiknya kau menikmati sajian itu hingga kedua maniknya terbuka.

“Apa yang kau makan, Yo?”
“Roti bakar rasa blueberry dari Pak Lurah.”
“Betapa baiknya dia. Kau sudah diterima bekerja di desa dan emak bisa bantu-bantu di rumahnya.”
***
Tidak biasanya sebelum jarum jam menunjukkan ke angka tujuh kau sudah meninggalkan gubukmu. Kau selalu menyusuri jalan yang sama saat kau berangkat dan pulang bekerja.

Karena hanya kau satu satunya pekerja yang berjalan kaki. Itung-itung olahraga katamu saat semua orang mengatakan, kenapa kau setiap hari berjalan kaki. Jarak rumahmu dengan kantor desa hanya terhalang tanah kosong, rumah Pak lurah, dan lapangan bola.

Lihat juga...