Yo dan Deretan Rompi Oranye

CERPEN LIA LAELI MUNIROH

“Hanya deretan para pemakai rompi oranye, Pak.”

“Semua itu mainan para penguasa, Yo.”

Kau tak berlama-lama berbincang dengan penguasa desa itu. Kau memilih keluar dari rumah Pak Lurah karena tak kuat menyaksikan berita sore itu.

Kau melangkahkan kaki dengan terburu menuju tempat tinggalmu. Sudah menjadi kebiasaanmu menikmati tontonan gratis setiap hari di rumah itu. Bahkan sesekali kau diajak penghuni rumah itu makan bersama.

Kau tak pernah menolak, karena di rumah itu selalu terhidang lauk pauk yang lengkap. Rumah bergaya minimalis dua lantai itu sangat elegan. Kau suka menghabiskan waktu untuk menonton berita di sana.

Rumahmu hanya terhalang lahan kosong milik Pak Lurah yang dibiarkan begitu saja. Seratus meter jarak antara rumah itu dengan rumahmu.

Kau nyaris dianggap anak oleh keluarga itu karena emakmu yang bekerja sebagai babu di sana. Tak sungkan kau bermain dan belajar dengan anaknya yang seumuran. Selepas meninggalkan rumah itu, Kau tidak segera beranjak memasuki rumahmu.

Kau sibuk menutupi halaman rumahmu yang terlihat becek bekas guyuran hujan semalam. Kau mengambil cangkul butut untuk mengambil beberapa gundukan tanah di bawah pohon jambu air. Sementara gundukan bata merah yang dipenuhi lumut menjadi hiasan di samping pohon jambu itu.

Berbeda dengan rumah Pak Lurah yang dihiasi puluhan bunga-bunga yang harganya selangit. Rumahmu sangat reyot tanpa hiasan apa pun.

Kau menatap gundukan bata merah yang dipenuhi lumut warna hijau tua. Dalam benakmu terbersit, kapan rumah yang kau tempati akan lebih baik. Lebih tepatnya yang kau tempati bukan rumah, tapi gubuk beratapkan seng.

Lihat juga...