Pertanyaan adalah buah dari ketidaktahuan. Sering kali, ketidaktahuan itulah jawaban dari sebaik-baiknya jawaban. Jawaban yang kita harapkan tak sepenuhnya ada.
Sebab dalam pertanyaan yang kita lahirkan, memang jawabannya kadang berakhir dengan pertanyaan itu sendiri. Mengapa pertanyaan harus diajukan. Itulah jawabannya.
Kini, semua telah telanjur terjadi. Badar mati. Ia benar-benar mati karena kualat. Ia seolah mengolok-olok takdir. Padahal takdir telah digariskan di telapak tangannya.
Telapak tangan yang suci ketika berdoa, tapi kotor seketika, ketika ia menantang takdir yang diterimanya. Percaya pada surup adalah percaya pada takdir.
Ketika takdir itu diabaikan, takdir itu pula yang mematikan. Surup adalah takdir yang digariskan untuk kematian Badar. ***
Eko Setyawan, lahir di Karanganyar, Jawa Tengah, 22 September 1996. Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar. Buku yang telah terbit Merindukan Kepulangan (2017), Harusnya, Tak Ada yang Boleh Bersedih di Antara Kita (2020), & Mengunjungi Janabijana (2020). Buku Mengunjungi Janabijana meraih Penghargaan Prasidatama 2021 Balai Bahasa Jawa Tengah kategori Buku Puisi Terbaik. Memperoleh penghargaan Insan Sastra UNS Surakarta 2018, serta memenangkan beberapa lomba penulisan puisi dan cerpen. Karya-karyanya termuat di media massa baik lokal maupun nasional.