Kematian Badar disaksikan langsung oleh Marto Timpal, tetangga yang rumahnya berhadapan dengan rumah Badar. Ketika Badar meregang nyawa, Marto Timpal melihat dengan detail kejadian yang mengerikan itu.
Marto Timpal bersaksi bahwa ada yang datang sekelebat dan tiba-tiba tubuh Badar mengejang dan terlempar beberapa meter ke atas lantas jatuh lagi ke tanah. Tubuh Badar yang terpental dari muka pintu ke arah halaman lantas terpental lagi ke muka pintu.
Dari kesaksian itu, kami semua meyakini bahwa yang datang itu bukanlah bayangan biasa melainkan Batara Kala yang hinggap di tubuh Badar. Batara Kala telah mewujud dalam bentuk ruh sehingga lesap ke tubuh Badar.
Karena dari apa yang kulihat, tubuh Badar tak lagi seperti biasanya. Ada beberapa perubahan yang cukup menonjol. Beberapa di antaranya yang kutahu dan beberapa tetangga mengatakan bahwa tubuh Badar menyusut, ia menjadi kurus kering.
Tubuhnya juga pucat pasi. Terlebih, sesekali tubuh Badar melayang di udara meski tak lama, hanya beberapa detik saja. Bola matanya membelalak, kosong, dan tak ada lagi harapan baginya.
Ketakutan demi ketakutan nyatanya menjadikan warga desa semakin percaya bahwa kenyataan tentang takdir dan kepercayaan yang selama ini dipercayai adalah hal yang pantas dipegang teguh.
Melanggarnya sama saja dengan memanggil bencana. Padahal jika ditelisik lebih jauh, apa ada kaitannya. Tapi kadang, apa yang tak mampu dinalar manusia bukan semata omong kosong, namun itulah kenyataan yang sebenar-sebenarnya dari Gusti Pangeran. Sulit ditafsirkan, namun telah digariskan.
Apa yang menimpa Badar adalah kebenaran yang tak memiliki jawaban. Pertanyaannya tak lain: bagaimana hal itu bisa terjadi? Bagaimana?