Pelanggur

CERPEN RISKA WIDIANA

Istilah pelanggur telah dipercayai oleh banyak orang sejak zaman dahulu, apalagi oleh sekelompok warga di kampung kami yang telah mempercayai hal tersebut dan telah kuanggap mitos.

Namun keyakinan itu tak bisa dihilangkan, bahkan kakek sangat membenarkan adanya pelanggur, yaitu seperti sebuah akibat dari perbuatan yang dilarang oleh para orang tua pada anak gadis, bisa mengakibatkan tidak mendapatkan jodoh, seperti berganti pakaian di dalam toilet, mandi senja.

Serta ciri-ciri pelanggur, setiap yang terkena penyakit tersebut, seseorang itu akan mengalami tidak ketertarikan pada lawan jenis, juga selalu menolak setiap lamaran yang datang.

Kebetulan usiaku kini memasuki usia 27 tahun. Pekerjaanku pemilik Galeri Seni maka waktuku sedikit padat, jam delapan pagi sudah harus tiba di galeri tersebut, terkadang aku harus pulang sekitar jam setengah enam atau jam lima sore.

Jika ada pekerjaan tambahan, belum lagi jarak tempuh perjalanan yang harus kulalui berkisar satu jam, ketika tiba di rumah aku sering kali harus mandi menjelang malam.

Hal itu tentu membuat kakek marah dan menyebutku telah terkena penyakit pelanggur, karena sudah 27 tahun belum juga menikah. Aku tetap merasa baik-baik saja meski dikatakan demikian, ibu juga tak pernah ambil pusing, apalagi ayahku yang sudah terbiasa dengan sikap kekek tersebut.

“Besok, mari ikut kakek ke tempat sahabat baik kakek, dia pandai mengobati orang yang terkena pelanggur, percayalah Aira, kau akan segera menikah, setelah mandi kembang tujuh rupa di tempat sahabat kakek itu.”

Lelaki tua itu terus mendesakku. Sedangkan ibu sibuk menata makan malam, sambil sesekali melirik padaku. Aku hanya tersenyum lembut pada kakek.

Lihat juga...