Kucing Gila

CERPEN ENDANG S. SULISTYA

Majikanku tetaplah seorang wanita yang punya hati. Secara kodrati, ia masihlah ingin diperhatikan, disayangi, dikasihi. Statusnya sebagai janda tak berhak merintangi cinta yang berhasrat tumbuh.

Omongan tetangga ternyata memang lebih tajam dari pisau sembelih. Ini bukan soal kekebalan diri dari serangan luar melainkan penyakit minder yang tumbuh dalam diri sendiri.

Majikanku terpaksa memenggal kisah asmara yang sedang subur-suburnya. Majikanku merasa tak cukup layak memadu kasih dengan David.

“Kamu masih muda, David. Harapanmu banyak. Masa depanmu masih panjang,” ungkap majikanku parau.

“Berapa kali lagi harus kutegaskan? Masa depanku adalah kamu.”

“David … tahun depan umurku empat puluh lima. Lalu tahun-tahun berikutnya aku akan semakin bertambah tua dan tua. Pikirkan itu!”

“Aku tak peduli kamu menua menjadi nenek-nenek yang jelek, keriput dan sakit-sakitan. Aku mencintaimu tanpa syarat,” lembut suara David seolah lagu nina bobok.

Berikutnya yang kulihat bukanlah seperti kenyataan tetapi ini lebih mirip film romantis. Katup mata majikanku terpejam kala meresapi hangat bibir David.

“Tidak David! Tidak! Aku tak bisa lagi melanjutkan ini!” seru majikanku seraya melepaskan pelukan David dengan buru-buru. Majikanku mundur beberapa langkah.

“Sekarang pulanglah! Jangan sekali-kali menyambangi rumah ini lagi. Aku tahu Bu Maryam tak suka kamu main ke mari. Ayahmu juga melarang bukan?”

“Orang tuaku memang belum setuju dengan hubungan kita, tetapi aku akan terus memberinya pengertian.”

David menghampiri wanitanya. Sebuah peluk dan kecup hampir saja mendarat lagi. Gesit majikanku menghindar.

David yang muda dan perkasa tak ubahnya pegulat ulung. Tak selang lama sejak sasarannya terlepas, kini ia bisa meringkusnya kembali.

Lihat juga...