Aren dan Rumbia Langka, Penebangan-Peremajaan Kurang Seimbang

Editor: Makmun Hidayat

Batang pohon rumbia yang sudah ditebang sebut Johan akan digiling. Setelah dipotong ukuran satu meter, dibelah batang akan dikupas untuk selanjutnya digiling. Hasil penggilingan menjadi tepung melalui proses penyaringan, pengendapan. Tepung berbahan sagu dan batang aren memiliki perlakuan sama untuk menghasilkan tepung.

“Batang rumbia dan aren yang sudah dikupas bagian kulitnya dikeringkan bisa dijual sebagai bahan pembakaran batu bata,” ulasnya.

Johan menyebut sebagian warga melakukan peremajaan tanaman rumbia berkelanjutan. Caranya dengan memisahkan tunas dari indukan utama. Sebab pertumbuhan rumbia dari biji cukup lama. Tanaman dipencarkan pada tepi sungai, aliran sumber air menjadi penahan longsor. Rumbia jadi pembatas sungai dan galengan sawah agar tidak longsor. Sementara aren ditanam di lereng perbukitan, kaki gunung pencegah longsor.

Rais, warga Desa Sandaran Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan menjual gula aren hasil menderes pohon aren dengan pemanfaatan pohon tanpa menebang, Rabu (1/9/2021). -Foto Henk Widi

Rais, salah satu warga asal Desa Sandaran, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan mengaku menjaga kelestarian aren. Ia mengaku laju pertumbuhan, kesadaran menanam aren tidak berbarengan dengan laju penebangan. Sebagian pohon aren sengaja ditebang untuk pemanfaatan lahan pertanian, permukiman. Imbasnya tanaman aren memiliki nasib seperti rumbia.

“Paling dominan tanaman aren kini dicari produsen pembuatan tepung untuk membuat mi dan bahan makanan,” ulasnya.

Menjaga kearifan lokal dalam pemanfaatan pohon aren, Rais menyebut menjaga pohon tersebut di kebunnya. Kombinasi antara kebun aren, bambu menjadikan ia masih bisa menderes air bunga aren. Setelah diolah ia bisa mendapatkan hasil gula dengan harga jual Rp45.000 per kilogram per bungkus daun pisang kering. Aren sebutnya juga bisa dimanfaatkan bagian pelepah untuk atap. Buah kolang kaling diolah sebagai campuran minuman.

Lihat juga...