Aren dan Rumbia Langka, Penebangan-Peremajaan Kurang Seimbang
Editor: Makmun Hidayat
LAMPUNG — Sejumlah wilayah kaki Gunung Rajabasa dan daerah aliran sungai menjadi habitat alami aren dan rumbia. Dua jenis tanaman seperti palma tersebut dilestarikan warga sebagai sumber ekonomi, kelestarian lingkungan.
Meski demikian penggunaan berlebihan berimbas tanaman rumbia (Metroxylon sagu) dan aren (Arenga pinnata) berkurang. Laju penanaman dan penebangan tidak seimbang jadi pemicu kelangkaan.
Kedua jenis tanaman tersebut banyak dicari untuk kebutuhan pangan. Johan, salah satu pencari sagu asal Natar menyebut harus berkeliling ke sejumlah tempat di Lampung Selatan. Ia menyebut membeli batang tanaman sagu per batang mulai dari Rp100.000 hingga Rp200.000. Estimasi atau pengecakan usia, ukuran batang menentukan harga untuk mendapatkan tepung. Pohon yang ditebang dominan milik petani berada dekat sawah, aliran sungai.
Johan bilang habitat alami rumbia kerap ada di dataran rawa, kaki gunung dekat aliran air. Sementara aren ada di perbukitan, kaki gunung dekat sumber air. Sebagian warga mempertahankan kedua jenis tanaman terutama pada wilayah yang menopang sumber air. Tanaman yang dijual dominan merupakan pohon yang telah berusia tua, tidak produktif.
“Pohon rumbia yang produktif bagi masyarakat pertanian usia tiga hingga lima tahun menghasilkan pelepah sebagai bahan pembuatan atap yang dikenal getepe rumbia bisa menjadi pengganti atap genteng pada gubuk di sawah bahkan rumah, jika sudah tua batang seperti kelapa buahnya jadi bahan makanan,” ulas Johan saat ditemui Cendana News, Rabu (1/9/2021).
Johan bilang rumbia erat kaitannya dengan konservasi air sehingga dipertahankan warga. Namun sebagian warga tetap menebang pohon yang telah tua untuk pertumbuhan tanaman muda. Pertumbuhan yang butuh waktu lama sebutnya jadi faktor tanaman rumbia dipertahankan warga. Sejumlah lahan yang ditanami rumbia jadi area resapan, penangkap air menghasilkan belik atau sumur kebutuhan air bersih.