Aidit Bikin Blunder, Presiden Soekarno Marah Besar

Fase Manuver Presiden Soekarno: Perangkap Perintah Harian

Presiden Soekarno sangat marah ketika mendengar siaran RRI pukul 14.00 WIB, bahwa eksistensi dirinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak dianggap ada oleh Aidit.

Kemarahan itu tercermin dari dialognya dengan MenPangak atau Menteri Panglima Kepolisian, Sutjipto Judodihardjo. “Aku tidak ingin dipaksa, ini kabinetku”, statemen Presiden dengan nada marah, dan segera ditimpali Sutjipto, “Ini adalah kudeta”.

Ketika Sutjipto menyarankan untuk segera menunjuk Men/Pangab yang baru sambil mengusulkan Mayjen Ibrahim Ajie, Presiden masih marah dengan mengatakan, “Jangan mendikte apa yang harus aku lakukan, aku tidak ingin dipaksa oleh siapapun, aku akan memecahkan masalah itu sendiri”.

Presiden Soeharto (10): Gerakan Politik G 30 S/PKI Seri 5.3

JE Leimena menggambarkan situasi pada saat itu, Presiden Soekarno sedang kehilangan insting politiknya dan benar-benar tidak mampu menguasai keadaan. Leimena tidak bisa memahami betapa Presiden berhasil digiring-giring dan kemudian masuk perangkap Aidit sejauh itu.

Tampaknya, pengakuan Aidit atas eksistensi kekuasaannya menjadi prioritas Presiden Soekarno, sehingga tidak memperdulikan saran mayoritas anggota kabinet untuk tidak mempercayai G30S/PKI.

Kali ini ia melakukan manuver dengan memanfaatkan kepanikan pimpinan G30S/PKI, setelah mendapat informasi rencana pergerakan Kostrad, sebagai instrumen perangkap. Presiden Soekarno menawarkan aliansi kepada Aidit dengan memberinya kesempatan mengusulkan calon Men/Pangad.

Pengangkatan Men/Pangad akan ditetapkan melalui Surat Perintah Harian yang akan ditandatangani Presiden. Pengakuan pimpinan G30S/PKI terhadap Surat Perintah Harian dengan sendirinya mengakui kembali Presiden sebagai pemegang penuh kendali negara dan pemerintahan. Adanya pengakuan itu juga berarti menghapus eksistensi Dewan Revolusi beserta keputusan-keputusan yang telah dikeluarkan sebelumnya.

Lihat juga...