Aidit Bikin Blunder, Presiden Soekarno Marah Besar

Blunder Aidit: Menampar Uluran Tangan Presiden (Pukul 14.00 WIB)

Supardjo, sebagai representasi pimpinan G30S/PKI, tiba kembali di rumah Susanto pukul 13.00 WIB, untuk memenuhi panggilan Presiden. Ia menyelinap melalui pintu belakang dan bertemu Presiden dalam kamar terpisah dengan para anggota kabinet.

Presiden menyampaikan kepada Supardjo hendak mengakomodasi Dewan Revolusi dengan konsesi keterlibatan dirinya dan sejumlah anggota kabinet dalam Dewan Revolusi. Supardjo kemudian kembali ke Cenko II untuk melapor dan tiba di sana pukul 13.30 WIB.

Setelah kepergian Supardjo, ajudan Presiden, Bambang Widjanarko, tiba di rumah Susanto dengan membawa berita, Jenderal Umar belum bisa menghadap karena dikonsinyir Mayjen Soeharto. Bambang juga melaporkan kejadian-kejadian di Kostrad seputar persiapan Mayjen Soeharto menyusun aksi balasan terhadap aksi G30S.

Selain laporan Bambang, Presiden juga menerima dinamika Kostrad melalui Menpangal R.E. Martadinata yang sebelum tiba di rumah Susanto pukul 13.00 WIB bertemu dengan Mayjen Soeharto di Kostrad.

Pada sisi lain, Aidit gagal menangkap dan bahkan menampar uluran tangan tawaran koalisi Presiden dengan mengambil keputusan blunder, (1) Mengumumkan kembali Dekrit Dewan Revolusi; (2) Mengumumkan personalia Dewan Revolusi tanpa menyebut eksistensi Presiden; (3) Menurunkan pangkat kemiliteran tertinggi menjadi setingkat Letnan Kolonel. Keputusan yang diumumkan melalui RRI pada pukul 14.00 WIB, ini kemungkinan diambil dalam situasi kebatinan Aidit berikut:

  1. Aidit memandang siaran pengumuman Presiden melalui RRI sudah cukup sebagai konsesi etikad baiknya. Presiden cukup ditempatkan sebagai simbol negara, sementara kendali pemerintahan tetap dipegang Dewan Revolusi.
  2. Aidit merasa sudah mengakomodasi nama-nama Kabinet Dwikora rekomendasi Presiden kedalam Keputusan No. 1 Dewan Revolusi tentang susunan personalia Dewan Revolusi.
  3. Aidit dalam keadaan panik setelah menerima laporan persiapan Kostrad dan pembelotan pasukan G30S/PKI ke Kostrad, 2 kompi Batalyon 454 dan semua anggota Batalyon 530 kecuali komandannya. Oleh karena itu ia mengambil tindakan tidak populer dengan menurunkan pangkat kemiliteran menjadi setingkat Letnan Kolonel sebagai pangkat tertinggi sebagaimana Keputusan No. 2 Dewan Revolusi tentang penurunan dan kenaikan pangkat.

Terlepas pertimbangan apapun yang ada dalam benak Aidit, keputusan ini telah menjauhkan diri dan komplotannya dari uluran tangan Presiden Soekarno dalam jalinan koalisi. Aidit tidak hanya melempar Presiden dalam kedudukan tidak berarti dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora, namun juga menendang para perwira di atas kolonel untuk berada dalam perintah Untung. Keputusan ini tentu saja mengundang kemarahan para perwira di semua angkatan dan akan mengkonsolidasi diri memberikan dukungan pada langkah-langkah pihak manapun yang mengambil inisiatif melawan komplotan G30S.

Lihat juga...