Pentingnya Penegakan dan Edukasi PCBs di Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Salah satu yang sudah dilakukan KLHK adalah melakukan pemetaan sebaran sumber PCBs dan pendataan PCBs yang memiliki konsentrasi di atas 50 ppm. Yang didapatkan adalah total transformator yang ada di Indonesia adalah 1.372.638 unit dengan kandungan PCBs kurang dari 50 ppm sebanyak 91,25 persen, antara 50 hingga 10.000 ppm sebanyak 8,53 persen dan di atas 10.000 ppm sebanyak 0,22 persen, 83,77 persen dari total transformator ada di Jawa dan Sumatera.
“Indikator biasanya dimulai dengan melihat tahun produksi transformator apakah sudah terkontaminasi atau tidak. Dan indikator kedua adalah perawatan rutin serta pemindahan transformator yang tidak sesuai dengan standar,” urai Yun.
Secara terpisah, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan, bahwa PCBs merupakan salah satu jenis bahan pencemar organik yang persisten, bersifat racun, yang masuk dan mencemari lingkungan, serta terakumulasi di dalam rantai makanan.

“Senyawa ini sangat berbahaya bagi manusia, sifatnya akumulatif dalam jangka panjang, dan dapat menyebabkan terjadinya beberapa jenis penyakit degeneratif. Di antaranya adalah kanker, hipertensi, diabetes, gangguan sistem reproduksi, penurunan daya tahan tubuh, peningkatan risiko penyakit jantung, dan gangguan sistem saraf,” kata Vivien.
Berdasarkan catatan, PCBs telah memakan korban sejak lama, bahkan sebelum Deklarasi Stockholm tahun 1972 diterbitkan. Pada tahun 1968 di wilayah utara Kyushu Jepang, tercatat sebanyak 15.000 orang menderita penyakit pigmentasi pada kulit, peningkatan angka kematian janin, serta tercatat sebanyak 400.000 kasus kematian ternak unggas.