Karena Allah Ingin Dikenal

OLEH: HASANUDDIN

Para ahli hikmah, di kalangan umat Islam terdahulu, memiliki pepatah: “Barangsiapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa mengenal Tuhannya, akan mengenal dirinya”. Pepatah ini demikian terkenalnya sehingga hampir semua umat Islam seringkali mengulang-ulangnya. Namun bagaimana penjelasan dari pepatah ini, agar kita dapat memahami kandungan maknanya, tidaklah semudah dengan mengucapkannya.

Kata Rabb-nya (Tuhannya) dengan nafsnya (dirinya), dalam pepatah ini memiliki paralelisme makna pada satu hal, yakni keduanya menunjukkan pengertian totalitas. Dengan kata lain, Tuhan adalah ungkapan tentang totalitas maujud, dan diri (nafs) adalah ungkapan tentang totalitas yang diwujudkan.

Namun dalam hal susunan, totalitas di sini memiliki perbedaan makna, di mana susunan hanya terjadi pada makhluk ciptaan, sementara pada Tuhan yang menciptakan makhluk tidaklah dapat dikatakan sebagai memiliki susunan. Karena jika Dia memiliki susunan, tentu akan memunculkan pertanyaan, siapa yang memberikan pada-Nya susunan, padahal Dialah yang memberikan sesuatu kepada seluruh  ciptaan-Nya. Maka berlakulah dalil, bahwa apa yang dapat dinisbahkan kepada makhluk, tidak dapat dinisbahkan hal yang sama kepada Tuhan. Karena “Dia berbeda dengan apapun” (laisa kamismilhi syaiun).

Dengan demikian, jika makhluk itu merupakan benda jadian, yang memiliki susunan, maka Tuhan berbeda dengan makhluk-Nya, sehingga tidak dapat dikatakan terdiri atas “susunan”, sebagaimana adanya makhluk, karena Dialah yang menciptakan makhluk. Segala sesuatu yang tersusun, dengan demikian dapat terurai, dan segala sesuatu yang terurai dapat disusun kembali menjadi suatu totalitas. Hal terakhir ini berlaku bagi semua makhluk.

Lihat juga...