Inggris Sebut Prinsip Demokrasi dan HAM Bisa Selesaikan Krisis di Tunisia

LONDON – Inggris mengatakan, prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia di Tunisia akan membantu menyelesaikan krisis politik terburuk negara itu dalam satu dekade.

Presiden Tunisia, Kais Saied, yang didukung oleh tentara, memecat perdana menteri dan membekukan parlemen pada  Minggu, memicu kekhawatiran di Barat yang memuji transisi negara itu dari otokrasi sejak pemberontakan Musim Semi Arab tahun 2011.

“Kami percaya ,bahwa solusi untuk tantangan Tunisia saat ini hanya dapat dicapai melalui prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, hak asasi manusia, dan kebebasan berbicara,” kata Kantor Luar Negeri Inggris dalam sebuah pernyataan.

Segera setelah Presiden Tunisia Kais Saied mengatakan dia telah menggulingkan pemerintah, puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan kota untuk memuji langkah yang dikecam oleh para pengkritik Saied sebagai kudeta.

Saat mereka bersorak, membunyikan klakson mobil dan menyalakan kembang api, para pendukung bersuka ria atas keputusan Presiden Kais Saied dan kejatuhan partai Islam moderat Ennahda, partai terbesar di parlemen dan lawan politik utama Kais Saied.

Situasi ini menunjukkan bagaimana satu dekade setelah revolusi Tunisia 2011 yang memperkenalkan demokrasi, aktivisme jalanan tetap menjadi kekuatan yang berpotensi kuat – dan yang dapat menyebabkan konfrontasi setelah Ennahda menyerukan orang-orang untuk memprotes Saied.

Kerumunan pada Minggu malam menentang jam malam Covid-19, ketika mereka berkumpul di lingkungan sekitar maupun kota-kota negara itu serta di sepanjang jalan utama Habib Bourguiba di Tunis yang telah lama menjadi pusat protes di ibu kota.

Lihat juga...