Tugas Berat Menanti Joe Biden

Presiden terpilih Amerika Serikat Joe Biden menyampaikan pidato hasil pemilihan presiden 2020 kepada wartawan di Wilmington, Delaware, AS, pada 5 November 2020. -Ant/Reuters

Hal ini terlihat dari besarnya jumlah pemilih yang melakukan pemungutan suara dini (early voting), khususnya yang melakukan melalui pos. Mereka ini kentara berseberangan dengan Trump dalam melihat ancaman pandemi dengan tak mau mendatangi TPS, karena khawatir menciptakan kerumunan yang bisa menjadi sumber penyebaran Covid-19. Mereka jelas tak memilih Trump.

Jumlah pemilih lewat pos ini, menurut US Elections Project, mencapai 65,2 juta pemilih atau 64 persen dari jumlah pemilih pemungutan suara dini yang mencapai 101,4 juta pemilih. Sedangkan jumlah pemilih early voting sendiri mencapai 63 persen dari total pemilih pemilu kali ini, yang menurut Bloomberg mencapai 161 juta pemilih.

Sebelum 3 November, banyak kalangan meyakini Biden bakal menang karena tingginya pemungutan suara dini ini, khususnya suara lewat pos yang sebagian besar memang tidak mendukung Trump.

Dan, Biden memang menang. Kemenangannya pun paripurna karena unggul, baik dalam suara elektoral maupun popular vote. Dia merebut tujuh dari 12 negara bagian suara mengambang, termasuk Georgia, Pennsylvania, Arizona, Michigan, dan Wisconsin yang dimenangkan Trump pada 2016.

Namun, kemenangan meyakinkan seperti diperoleh mantan atasannya Barack Obama pada Pemilu 2008 dan 2012 itu sepertinya tak menjamin jalan yang akan dilalui Biden bakal mulus. Sebaliknya, jalan terjal sudah terbentang untuk dilalui selama empat tahun pertama pemerintahannya.

Ini karena pascapemilu paling memecah belah AS ini, Biden tak cuma dipaksa merangkul semua spektrum politik dalam partainya, termasuk bagian paling kiri. Dia juga makin dipaksa lebih ke tengah demi hubungan lebih baik dengan segmen moderat Republik, pemilih nonprogresif dan independen, selain juga mengakomodasi suara kanan moderat.

Lihat juga...