Suka dan Duka Pedagang Buku, Ganti Kurikulum Rugi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
SEMARANG – Di tengah perkembangan teknologi digital dengan kemudahan mengakses buku-buku digital, keberadaan buku cetak masih tetap diminati. Tidak terkecuali buku bekas, selain lebih murah, jika jeli memilih juga bisa mendapat buku dengan kondisi nyaris baru.
Di wilayah Kota Semarang, ada sejumlah titik penjualan buku bekas, salah satunya di belakang Stadion Diponegoro. Puluhan lapak buku bekas, berjejer di sepanjang jalan Stadion Timur, Karangkidul tersebut.
Ada buku pelajaran siswa SD-SMA-SMK, buku mata kuliah, buku kerja, komik, novel dan beragam jenis lainnya. Tidak hanya berbahasa Indonesia, di tempat itu banyak ditemukan buku dengan bahasa asing, seperti bahasa Belanda, bahasa Inggris, Mandarin, hingga bahasa daerah, seperti buku berbahasa Jawa.
“Hampir semua buku ada, dari kedokteran sampai buku horoskop ada. Tinggal mau mencari buku yang seperti apa,” papar Sumarno, salah satu penjual buku bekas, saat ditemui di lapak berjualan Kios Marno, Minggu (11/10/2020).
Sudah puluhan tahun dirinya berjualan di lokasi tersebut. Asam garam berdagang buku bekas pun sudah dirasakannya.
“Saya jualan buku bekas sejak dari bujangan, sampai sekarang sudah punya cucu. Pindah berjualan di Stadion Diponegoro ini sejak tahun 1995,” lanjutnya.
Diakuinya dari berjualan buku bekas, dirinya mampu menghidupi keluarga, bahkan menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Namun cerita manis, berjualan buku bekas mulai luntur tatkala pemerintah memberlakukan bantuan operasi sekolah (BOS) bagi dunia pendidikan.
“Ya sebenarnya bagus, karena siswa mendapat bantuan sekolah, sekolah jadi gratis, khususnya untuk mereka yang sekolah negeri. Namun di satu sisi, buku pelajaran juga didrop ke sekolah, siswa dipinjami, namun imbasnya penjualan buku bekas mulai sepi,” terangnya.