Pisang Plenet, Kuliner Khas Semarang Bercita Rasa Smokey Nan Unik
Editor: Mahadeva
Untuk membuat pisang plenet cukup mudah. Setelah dikupas, pisang kemudian dibakar di atas bara. Tunggu hingga berubah warna kecoklatan, setelah itu baru dipipihkan. Jika ada yang memesan, setelah diberi toping , pisang tersebut kemudian dibakar lagi, dan disajikan dalam kondisi hangat.
Meski termasuk jajanan tradisional, namun pisang plenet masih bisa bertahan hingga sekarang. “Kuncinya, dengan mempertahankan kualitas dari bahan baku. Selain itu juga ganti ganti toping, biar pembeli tidak bosan,” terangnya.
Dijelaskan, untuk membuat pisang plenet, bahan yang digunakan berupa pisang kepok pipit. “Pisang ini rasanya manis, teksturnya juga kenyal jadi tidak rusak saat diplenet atau dipipihkan,” tambahnya.
Dalam sehari, ia dapat menghabiskan sebanyak 10-20 sisir pisang kepok. Kunci lainnya, saat itu pembakarannya menggunakan tungku alias anglo tanah liat. Dan apinya berasal dari arang. “Paling bagus pakai arang kelapa, aroma asapnya juga akan terasa pada pisang plenet,” tandasnya.
Rasa pisang plenet dipertahankan konsisten dari era ke era. Maka itu, generasi terakhir pemegang tampuk usaha pisang akan mengajarkan cara memasak dan membagikan resep turun-temurun ke generasi selanjutnya. Bila ingin mencoba rasa pisang plenet yang khas, bisa menyambangi gerobak pisang di jalan Pemuda, tidak jauh dari Toko Oen, mulai pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB. Harga per porsi yang ditawarkan pun relatif terjangkau Rp 12 ribu per porsi, berisi tiga tangkap atau enam pisang plenet. “Jualan di Kota Lama ini hanya pas event saja, kalau hari-hari biasa, tetap di Jalan Pemuda,” tandas Tri.
Salah seorang pembeli, Nur Hidayat mengaku, penasaran dengan cita rasa pisang plenet. “Baru sekali ini mencoba, melihat namanya yang unik, pisang plenet. Apalagi dibilang kalau sudah berjualan sejak 1962, jadi penasaran,” terangnya.