Kendati Kemarau Produksi Sawit di Lamsel, Stabil  

Editor: Koko Triarko

LAMPUNG – Memasuki musim kemarau, Joniansah, petani sawit di Desa Gandri, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, memanen sekitar 2 ton TBS sawit per hektare. Hasil tersebut hampir sama dengan panen kala penghujan.

Menurutnya, produksi TBS sawit saat kemarau hanya mengalami penurunan kualitas buah. Saat penghujan, bulir buah memiliki ukuran lebih besar, sebaliknya saat kemarau ukuran lebih kecil. Meski produktivitas TBS stabil, harga mengalami kenaikan sejak bulan Agustus silam. Kenaikan rata-rata mencapai Rp100 pada setiap kelompok umur tanaman.

Memiliki tanaman kelapa sawit umur 10 hingga 20 tahun, ia menjual TBS sawit di tingkat petani seharga Rp1.450 per kilogram. Sebelumnya, harga TBS sawit hanya mencapai Rp1.300 per kilogram. Kenaikan harga TBS sawit pada level petani, menurutnya dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) di pasar lokal dan dunia.

Joniansah, petani kelapa sawit di Desa Gandri, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan, mengangkut tandan buah segar sawit ke lokasi pengepulan, Senin (7/9/2020). -Foto: Henk Widi

“Standar harga yang menjadi acuan petani, berasal dari pengepul yang akan mengambil TBS kelapa sawit untuk dibawa ke perusahaan pengolahan CPO di kecamatan Natar dan Bandar Lampung. Setiap perusahaan memiliki harga berbeda,”  terang Joniansah, Senin (7/9/2020).

Joniansah menjelaskan, stabilnya produksi TBS sawit terlihat dari hasil setiap pohon. Normalnya, kala kemarau panjang satu pohon kelapa sawit hanya menghasilkan sekitar dua tandan. Namun saat kemarau, tahun ini yang cukup basah hasil panen bisa mencapai tiga tandan. Rata-rata per tandan kelapa sawit bisa memiliki bobot 10 hingga 15 kilogram.

Lihat juga...