Istriku tak Bisa Memasak

CERPEN SAM EDY YUSWANTO

Singkat cerita, kami pun akhirnya menikah. Mulanya aku nyaman-nyaman saja tiap hari harus memesan makanan secara online dan akan dikirim sekian menit berikutnya. Namun, lama-kelamaan aku merasa hal ini tidak sehat, terlebih untuk kesehatan isi dompetku.

Aku merasa jemu. Terutama saat rasa lapar mendera tiba-tiba dan aku butuh makanan segera. Ribet kan harus buka ponsel terlebih dahulu, lalu memilih-milih makanan, lalu memesannya, dan baru datang sekian menit berikutnya, bahkan pernah makanan yang dipesan baru datang dua jam kemudian.

“Beb, katanya mau belajar masak,” tanyaku pelan suatu hari, tepatnya saat kami sedang menyantap makanan yang barusan dipesan lewat aplikasi gofood. Setelah menikah, kami memang bersepakat sama-sama memanggil satu sama lain dengan panggilan Bebi, ekspresi tanda sayang.

Tak kusangka, wajahnya berubah cemberut. Lalu, dengan nada datar ia berkata singkat, “Malas, Beb.”

“Eh, gimana kalau kita belajar masak bareng?” aku berusaha mencairkan suasana, berharap raut istriku kembali ceria.

“Malas ah, ribet,”

Jawaban istriku membuat rasa laparku hilang seketika dan berubah dengan rasa kesal yang tertahan.

“Jangan mudah tertipu, Wan, watak asli perempuan itu akan terlihat setelah ia menikah,” ucapan Rudi, sahabatku yang telah setahun menikah, entah kenapa tiba-tiba terngiang-ngiang di telinga.

Dulu, ia mengatakan hal itu saat aku bercerita padanya perihal romantisnya masa pacaran yang kujalani bersama Vira. Sungguh tak kusangka, ucapan Rudi kini terbukti. Aku merasa, makin ke sini, watak istriku mulai tampak menyebalkan.
***
HARI ini, aku sengaja pergi ke minimarket tanpa mengajak istriku. Mulanya aku ingin mengajaknya. Tapi setelah berpikir dua kali, aku mengurungkannya. Aku khawatir ia tak mau dan malah membuat rasa kesal dan mood-ku jadi hilang.

Lihat juga...